MATERI PENDIDIKAN KEISLAMAN
A. Pendidikan Akidah
Pendidikan akidah adalah proses pembinaan dan
pemantapan kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi akidah yang kuat
dan benar. Proses tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran,bimbingan,
dan latihan. Dalam penerapannya, pendidik dapat menggunakan berbagai metode yang
relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Sehubungan dengan ini terdapat
hadis-hadis berikut.
Umar bin
Al-Khatab meriwayatkan, pada suatu hari ketika kami berdua Rasulullah saw
tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat
hitam rambutnya, tidak terlihat padanya tanda-tanda dalam perjalanan, dan tidak
seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia duduk di dekat Nabi Muhammad
Saw lalu menyandarkan kedua lutut nya pada kedua lutut beliau dan meletakkan
kedua tangannya di atas paha beliau lantas berkata,’Islam adalah pengakuan
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan
shalat membayarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji
bagi orang yang sanggup.’Lelaki itu berkata engkau benar.”Umar meneruskan,
“Kami tercengang melihatnya, ia bertanya dan ia pula yang membenarkannya.
Selanjutnya laki-laki itu berkata, ‘Engkau benar.’ Selanjutnya, ia berkata
lagi, beritahukan kepadaku tentang ihsan.’ Beliau menjawab, ‘ihsan adalah
engkau menyembah allah seakan-akan engkau melihatnya. Jika engkau tidak dapat
melihatnya, maka rasakan bahwa dia melihatmu.’’’(HR.Al-Bukhari,
Muslim,Abu Daud, dan An-Nasa’i)
Hadist ini diriwayatkan oleh beberapa orang
mukharrij, yaitu Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi dalam kitabnya
masing-masing walaupun secara redaksional terdapat perbedaan antara
riwayat-riwayat tersebut, namun kasus yang disampaikannya sama. Hadits
ini muncul setelah malaikat Jibril bertanya kepada Nabi saw,. tentang iman,
islam, ihsan, dan hari kiamat. Ketika itu, beliau sedang berada di
tengah-tengah sahabat. Untuk menjawabnya, beliau mengucapkan hadits di atas.
Dari
hadits di atas dapat diambil beberapa pelajaran penting mengenai pendidikan ,
yaitu sebagai berikut :
1.
Dalam hadits di atas
ditanyakan bahwa Jibril datang mengajarkan agama kepada sahabat Nabi. Dalam
proses ini, Jibril berfungsi sebagai guru, Nabi sebagai narasumber, dan para
sahabat sebagai peserta didik.
2.
Dalam proses pembelajaran,
Jibril sebagai guru menggunakan metode tanya jawab. Metode ini efektif untuk
menarik minat dan memusatkan perhatian para peserta didik.
3.
Materi pengajaran agama
Islam dalam hadits tersebut meliputi aspek-aspek pokok dalam ajaran Islam,
yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dari ketiganya, aspek yang didahulukan
adalah akidah. Ajaran Islam diajarkan secara integral, tidak secara parsial.[1]
Islam menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar,
yakni terposisikan sebagai rukun yang pertama dalam rukun Islam yang lima,
sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara orang Islam dan non-Islam.
Lamanya waktu dakwah Rasulullah dalam rangka mengajak umat agar bersedia
menauhidkan Allah menunjukkan betapa penting dan mendasarnya pendidikan akidah
Islamiyah bagi setiap umat muslim pada umumnya. Terlebih pada kehidupan anak,
dasar-dasar akidah harus terus menerus ditanamkan agar setiap perkembangan dan
pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar.
B. Pendidikan Ibadah
Pendidikan
ibadah yang dimaksud disini adalah proses pengajaran, pelatihan, dan bimbingan
dalam pengamalan ibadah khusus. Dalam hadist di atas terdapat pelajaran bahwa
materi pendidikan ibadah meliputi shalat, puasa, zakat dn haji. Para guru dan
orang tua hendaknya menjelaskan kepada anak-anak dengan penjelasan yang
sederhana tentang pentingnya berbagai bentuk ibadah, lengkap dengan
rukun-rukunnya, seperti shalat, zakat, dan haji. Hendaknya menggunakan tema
pembahasan secara berurutan. Misalnya, dalam suatu kesempatan membicarakan
tentang satu tema yang berkaitan dengan shalat saja atau tema yang berkaitan
dengan puasa saja, dn seterusnya. Berusaha sedapat mungkin agar anak-anak dapat
menyadari pentingnya melaksanakan berbagai bentuk ibadah dalam kehidupan
mereka.
C. Pendidikan Akhlak
Kata
akhlak (akhlaq) adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Kata khuluq
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Al-Ghazali
mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.[2]
Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi
budi pekerti yang mulia (akhlak karimah).
Sehubungan
dengan pendidikan akhlak ini Rasulullah saw,. telah mengemukakannya dalam
banyak hadits, diantaranya sebagai berikut.
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمْ يَكُنِ النَّبِيُ
صلى الله عليه وسلّم فَا حِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَكَانَ يَقُولُ اِنَّ مِنْ
جِيَارِكُم أَحْسَنَكُمْ أَخْلاَقًا
Abdullah bin Amru ra. berkata, “Nabi
saw., bukan orang yang keji dan tidak bersikap keji.” Beliau bersabda,
“Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR.
Al-Bukhari)
Hadits
ini memuat informasi bahwa beliau memiliki sifat yang baik dan memberikan
penghargaan yang tinggi kepada orang yang berakhlak mulia.
Supaya
para sahabat dan umatnya memiliki akhlak yang mulia, beliau memberikan
motivasi. Diantaranya seperti yang disebutkan dalam hadits berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ سُـئِلَ رَسُولُ
اللهِ صلّى الله عليه وسلّم عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَــنَّةَ فَقَالَ
تَقْوَى اللهِ وَحُسْـنُ الْخُـلُقِ. وَسُـئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ
النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., ditanya tentang penyebab utama
yang dapat memasukkan (seseorang) ke dalam surga. Beliau menjawab, “bertakwa
kepada Allah dan berakhlak mulia.” Beliau ditanya pula tentang penyebab utama
yang dapat membawa orang ke neraka. Beliau menjawab, “mulut dan kemaluan”.(HR.
At-Tirmidzi)
Dalam
kedua hadits di atas terlihat bahwa Rasulullah sangat menginginkan umatnya
berakhlak mulia. Untuk mencapai keinginan tersebut, beliau menggunakan
motivasi, targhib dan tarhib. Allah mengutus Rasulullah untuk menyempurnakan
akhlak manusia. Beberapa akhlak yang dicontohkan Nabi saw,. diantaranya adalah
menyenangi kelembutan, kasih sayang, tidak kikir, tidak berkeluh kesah, tidak
hasud, menahan diri, manahan marah, mengendalikan emosi, dan mencintai
saudaranya. Akhlak yang demikian perlu diajarkan dan dicontohkan orang tua
kepada anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Al-Ghazali,
Ibnu Sina, dan John Dewey memiliki kesamaan pandangannya. Mereka berpendapat
bahwa pembiasaan, perbuatan (praktik), dan ketekutan dalam berbuat mempunyai
pengaruh besar bagi pembentukan akhlak.[4] Jika ia
mengulang-ulanginya maka berkesanlah pengaruhnya terhadap perilaku juga menjadi
kebiasaan moral dan wataknya.
D. Pendidikan Hati
Pendidikan
hati merupakan bagian dari pembinaan rohani yang ditekankan pada upaya
pengembangan potensi jiwa manusia agar senantiasa dekat dengan Allah SWT.,
cenderung pada kebaikan dan menghindar dari kejahatan. Sehubungan dengan ini
terdapat hadits, antara lain sebagai berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِ كُمْ
وَأَمْوَالِكُمْ وَلَـكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Sesungguhnya Allah
tidak melihat bentuk dan hartamu, tetapi Dia melihat hati dan pekerjaanmu.”
(HR.Ibnu Hibban)
Dalam
hadis ini, Rasulullah saw,. menegaskan bahwa Allah lebih menghargai hati yang
bersih dan amal shaleh daripada bentuk tubuh yang cantik, gagah, dan harta yang
banyak.Dalam hadits lain, beliau menegaskan betapa pentingnya fungsi hati dalam
kehidupan seseorang. Hadis itu adalah sebagai berikut.
E. Pendidikan Jasmani
Pendidikan
jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai
tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani, mental, sosial, serta emosional
bagi masyarakat dengan wahana aktivitas jasmani.[5] Diantara tujuan pendidikan
jasmani adalah menjaga dan memelihara kesehatan badan termasuk organ-organ
pernapasan, peredaran darah, dan pencernaan; melatih otot-otot dan urat saraf;
serta melatih kecekatan dan ketangkasan.[6]
1.
Memanah
عَنْ عُقْبَةَ
بْنِ عَامِرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم وَهُوَ عَلَى
الْمِنْبَرِ يَقُولُ وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قَوَّتٍ أَلَا
إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ
الْقُوَّةَ الرَّمْيُ
Uqbah bin Amir berkata, “Saya mendengar Rasulullah
saw., bersabda ketika beliau sedang berada di atas mimbar, “Siapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah
memanah.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw,. mempunyai perhatian yang serius
terhadap olahraga ini. Memanah pada dasarnya adalah menggunakan senjata.
Senjata dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Karena pada saat ini
senjata sudah beraneka ragam, maka anjuran memanah itu dapat pula berarti
anjuran menggunakan senjata yang modern.
2.
Berkuda
Sehubungan dengan
olahraga berkuda, ditemukan riwayat dari Rasulullah saw., diantaranya sebagai
berikut.
عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ عَامِرِ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه
وسلّم ارْمُوا وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا اَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا
وَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ بَاطِلٌ إِلَّا رَمْيَةُ الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ
وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ وَمُلَا عَبَتَهُ امْرَأَتَهُ
Dari Uqbah bin Amir
Al-Juhani bahwa Rasulullah saw., bersabda, “memanahlah dan kendarailah olehmu
(kuda) namun memanah lebih aku sukai daripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal
yang menjadi permainan seseorang adalah batil, kecuali yang memanah dengan
busurnya, mendidik dan melatih kudanya, dan bersenang-senang dengan istrinya.”(HR.
Ibnu Majah)
Berkuda dan memanah termasuk olahraga yang disukai
oleh Rasulullah saw. Kemampuan berkuda dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan
tugas-tugas kehidupan termasuk berdagang dan berperang. Dalam konteks zaman
sekarang, anjuran mengendrai kuda dapat pula diterjemahkan sebagai anjuran
penggunaan teknologi transportasi.
3.
Menjaga Pola Makan
Pola makanan seseorang
akan berpengaruh kepada kesehatan jasmaninya. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam surat Al-A’raf (7): 31 dan didukung oleh hadis Rasulullah berikut
ini.
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم الْمُؤمِنُ يَأْكُلُ
فِى مِعًى وَاحِدٍ وَاْلكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءُ
Ibnu Umar
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Orang yang beriman itu makan
dengan satu usus (perut), sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus.” (HR.Al-Bukhari)
Perbedaan usus dalam
matan hadis ini menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan dalam menghadapi
nikmat Allah, termasuk tatkala makan. Orang beriman memandang makan bukan
sebagai tujuan hidup, sedangkan orang kafir menempatkan makan sebagai bagian
dari tujuan hidupnya. Oleh karena itu, orang yang beriman semestinya tidak
banyak menuntut dalam kelezatan makan.[7]
4.
Menjaga Kebersihan
Kebersihan sangat
berpengaruh kepada kesehatan dan keadaan jasmani seseorang. Wujud perhatian
Rasulullah saw,. dapat dilihat dalam hadis berikut.
عَنْ
أَبِي مَالِكِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم الطُّهُورُ
شَطْرُ الْلإِيمَانِ
Abu Malik
Al-Asy’ari bercerita bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Kebersihan itu sebagian
dari Iman.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw,.
menyenangi keteraturan, kebersihan, pemandangan yang indah dan baik. Beliau
membenci ketidakteraturan, kekotoran, pemandangan yang buruk dan bau busuk.
Wudhu sebelum shalat merupakan salah satu wujud dari kebersihan dan ibadah.
Begitu pula dengan mandi, Islam mengajak
pada kebersihan tubuh, hati, pakaian, rumah dan jalan.[8]
F.
Pendidikan Sosial
Pendididkan
sosial adalah proses pembinaan sosial, sikap sosial dan keterampilan sosial
agar anak hidup dengan baik serta wajar di tengah-tengah lingkungan masyarakat.[9]
1.
Orang Beriman Harus Bersatu
عَنْ أَبِي مُوسَى
عَنِ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضًا وَشَبِّكَ أَصَابِعَهُ
Dari Abu Musa, Nabi
saw., bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana satu
bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” Beliau pun memasukkan
jari-jari tangannya satu sama lain.(HR. Al-Bukhari)
Dalam hadis ini,
Rasulullah memberikan motivasi dalam hal persatuan antara sesama orang beriman
dengan metode perumpamaan.
2.
Orang Beriman Harus Saling
Mencintai
عَنْ أَنَسٍ عَنِ
النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِاَخِيهِ
مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Dari Anas, Nabi
saw,. bersabda, “Tidak beriman salah seorang kamu sebelum ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Al-Bukari)
Dalam hadis ini
Rasulullah saw, menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang belum diperoleh
apabila ia tidak mencintai saudaranya. Itu berarti bahwa beliau memberikan
motivasi yang sangat besar kepada umatnya agar memiliki rasa dan perilaku
sosial yang baik.
3.
Orang Beriman Harus Saling
Membantu
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم مَنْ نَفَّسَ عَنْ
مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Abu Hurairah meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Siapa yang melapangkan seorang mukmin dari
kesulitan dunia, Allah akan melapangkannya dari satu kesulitan hari kiamat.
Siapa yang memudahkan dari satu kesulitan, Allah akan memudahkannya dari
kesulitan dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah akan
menutup aib nya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama
hambanya itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Dalam hadis ini ada
empat informasi, yaitu (a) Allah akan melapangkan hamba-Nya yang melapangkan
orang lain, (b) Allah akan memudahkan urusan hamba-Nya apabila ia memudahkan
urusan orang lain, (c) Allah akan menutup aib seorang hamba yang menutup aib
saudaranya, dan (d) Allah akan menolong setiap hamba yang menolong saudaranya.
Semua urusan ini adalah urusan sosial.
G. Pendidikan Intelek/Akal
Pendidikan
akal adalah proses meningkatkan kemampuan intelektualdalam bidang ilmu alam,
teknologi, sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan ilmu
pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah, dan
khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan
oleh-Nya.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم تَفَكَّرُوْا فِي
آلآءِ اللهِ وَلَا تَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw.,
bersabda, ‘Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah SWT. dan jangan kamu
memikirkan Dzat-Nya. (HR.Ath-Thabrani)
Dalam hadis ini, rasulullah saw mendorong umat
nya agar berfikir sebebas-bebasnya, asal di daersh ciptaan allah swt,alam
semesta,akan tetapi, karena keterbatasan akal, dia melarang memikirkan
Dzat-Nya, karena akan menimbulkan kesalahan dan kerusakan.
Dalam proses pembelajaran yang mengacu kepada
pencerahan akal, beliau sering melakukan dialog dengan para sahabat. Dalam
hadist ini, Rasulullah saw menggunakan metode tanya jawab(dialog) untuk
merangsang fikiran para sahabat. Akan
berbeda apabila beliau langsung menjelaskan materi yang diinginkan nya tanpa
diawali dengan pertanyaan. Metode tanya jawab ini memang sangat banyak
keuntungan nya bagi peserta didik dalam mengembangkan pemikirannya.
H. Pendidikan Seks
Dorongan seksual yang telah diciptakan oleh
allah dalam diri manusia menjadi sebab kelangsungan seluruh makhluk hidup,
termasuk umat manusia. Lalu apa saja pilar-pilar dan kaidah-kaidah yang
digariskan Rasulullah di dalam membina dorongan seksual anak? Antara lain
memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan, posisi tidur miring ke
kanan, tidak menelungkup, membiasakan anak menunduk pandangan, dan memelihara
aurat. Sehubungan dengan ini ditemukan beberapa hadis, diantaranya sebagai
berikut.
1.
Memisahkan Tempat Tidur
Anak Laki-Laki dan Perempuan
عَنْ
عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم مُرُوا أَوْلَادُكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُو هُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ
عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فَي الْمَضَاخِعِ
Dari Abdullah,
Rasulullah saw,. berkata “Suruhlah anakmu mendirikan sholat ketika berumur
tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika ia berumur
sepuluh tahun. (Pada saat itu), pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR.Abu
Dawud)
Hal yang berhubungan
dengan subtema ini adalah pada saat itu (umur 10 tahun), pisahkan tempat tidur
anak laki-laki dan perempuan. Karena, saat itu naluri anak mulai tumbuh. Jangan
sampai dua anak itu dalam satu selimut. Jika keduanya tidur masing-masing di
atas ranjang yang sama dengan selimut yang berbeda, tidak mengapa. Namun
apabila keduanya saling dijauhkan, maka itu lebih baik dan lebih utama. Tidur
di satu ranjang dan di bawah satu selimut dapat menyebabkan naluri seksual anak
akan tumbuh dengan cepat sehingga akan menimbulkan berbagai indikasi
penyimpangan seksual.[10]
2.
Posisi Tidur Miring ke Sisi
Kanan, Tidak Menelungkup
عَنِ
الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صلّى
الله عليه وسلّم إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ
اضْطَجِعْ عَلَى شِقَّكَ اْلأَيْمَنِ
Dari al-Barra’ bin
Azib, ia berkata, “Rasulullah saw., berkata kepadaku apabila engkau mendatangi
tempat tidurmu (akan tidur), maka berwudhulah seperti wudhu untuk shalat
kemudian tidurlah dengan miring ke sisi kanan.” (HR.Al-Bukhari)
Nabi menganggap tidur
menelungkup sebagai tidurnya setan. Jika kedua orangtua mendapati anaknya tidur
dalam kondisi seperti itu, maka mereka harus segera mengubahnya serta
menyuruhnya agar tidur miring pada sisi kanan dan jangan sampai tidur
menelungkup. Di samping itu, tidur telengkup juga dapat menimbulkan banyak
penyakit jasmani.[11]
3.
Membiasakan Anak
Menundukkan Pandangan dan Memelihara Aurat
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ الْفَضْلُ بْنِ عَنَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ
فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ اِلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ
صلّى الله عليه وسلّم يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ اِلَى الشِّقِّ اْلآخَرِ
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “adalah Al-Fadhl bin
Abbas membonceng Nabi saw., lalu datanglah seorang wanita dari Khats’am yang
meminta fatwa kepada beliau. Al-Fadhl kemudian memandang perempuan itu dan ia
pun memandangnya. Lalu Rasulullah saw., memalingkan wajah Al-Fadhl ke sisi yang
lain. (HR.Abu Dawud)
Dalam hadis ini Rasulullah saw., memalingkan wajah remaja
al-Fadhl bin Abbas yang sedang saling melihat dengan seorang wanita. Beliau
melakukan hal itu karena khawatir akan dipengaruhi oleh setan dan menimbulkan
nafsu syahwat.
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, sebaiknya
orang tua dan guru selalu mengingatkan kepada putra putri dan siswa siswi
mereka agar senantiasa menjaga pandangan mata terhadap aurat lawan jenis yang
bukan mahram. Perlu sekali diingatkan agar mereka senantiasa menutup aurat agar
orang lain tidak terpancing untuk melihat yang tidak halal.
[1]Bukhari Umar, Hadis
Tarbawi: Pendidikan dalam Perspektif Hadis,(Jakarta: AMZAH,2012), cet.
ke-1, hal.40
[2]Al-Ghazali,Ihya’ Ulum
ad-Din, juz III, (Kairo)
[3]Irwan Prayitno, Anakku
Penyejuk Hatiku, (Bekasi: Tarbiyatuna, 2004), cet.2, hal.493
[4]Ali Al-Jumbulati,Perbandingan
Pendidikan Islam, judul asli Dirasah Muqaranah fi At-Tarbiyah
Al-Islamiyyah, diterjemahkan M.Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta,1994),
cet.ke-1, hal.158
[5]Sukintaka, Filosofi
Pembelajaran dan Masa Depan Teori Pendidikan Jasmani,(Bandung:Nuansa,2004),
hal.16
[6]M. Ngalim Purwanto, Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya,2009),
cet.19, hal.188
[7]M.Syuhudi Ismail, Hadis
Nabi yang Tekstual dan Konstektual: Telaah Ma’ani Al-Hadis tentang Ajaran Islam
yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), cet.1,
hal.21
[8]Muhammad Athiyah
Al-Abrasyi, ‘Azhama Ar-Rasul Shalla Allah ‘Alaihi wa Sallam, (kairo: Dar
al-Qalam,1966), hal.317
[9]Bukhari Umar, Op.Cit,
hal.55-56
[10]Muhammad Nur Abdul Hafidz
Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi saw., Panduan Lengkap Pendidikan Anak
Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, judul asli Manhaj at-Tarbiyah
an-Nabawiyyah li at-Thifl, diterjemahkan Salafuddin Abu Sayyid, (Solo:
Pustaka Arafah, 2004), cet. ke-2, hal.378
[11]Ibid., hal. 379