Jumat, 24 Juni 2016

Makanan Halal dan Baik Menurut Al-Qur'an dan Hadits



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan makanan yang bukan hanya halal tetapi juga baik. Dalam hal makanan sebenarnya ada dua pengertian yang bisa kita kategorikan kehalalannya yaitu halal dalam mendapatkannya dan halal Dzat atau subtansi barangnya. Halal dalam mendapatkannya maksudnya adalah benar dalam mencari dan memperolehnya. Tidak dengan cara yang haram dan tidak pula dengan cara yang batil. Makanan halal secara dzatnya (Subtansi Barangnya) dibagi menjadi dua kategori, yaitu jamad (benda mati) dan hayaman (binatang).[1]
Secara lebih mendalam, makanan dan minuman halal lagi baik harus memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut :
1.      Didapatkan dengan cara yang dibenarkan oleh syari'at Islam, yaitu dengan cara-cara yang tidak batil.
2.      Halal dzatnya. Pada prinsipnya semua jenis makanan dan minuman yang ada di bumi halal bagi manusia, kecuali yang diharamkan oleh Al-Quran dan Sunnah.
3.      Tidak memberi mudharat kepada yang mengkonsumsinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perspektif Islam tentang makanan yang halal dan baik ?
2. Apa dalil Al-Qur’an dan Hadits yang memerintahkan untuk kita memakan makanan yang halal dan baik ?
BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Makanan Halal dan Baik

Secara etimologi makanan adalah memasukkan sesuatu melalui mulut. Dalam bahasa Arab makanan berasal dari kata at-ta’am ( الطعام ) dan jamaknya al-atimah (الأطمة ) yang artinya makan-makanan.[2] Sedangkan dalam ensiklopedia Hukum Islam yaitu segala sesuatu yang dimakan oleh manusia, sesuatu yang menghilangkan lapar.[3]
Halal berasal dari bahasa Arab ( الحلال ) yang artinya membebaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan. Sedangkan ensiklopedia hukum Islam yaitu segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara. Jadi pada intinya makanan halal adalah makanan yang baik yang dibolehkan memakannya menurut ajaran islam, yaitu sesuai dalam Al-Qur’an dan Al Hadist.
Sedangkan pengertian makan yang baik itu adalah segala makan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan nafsu makan dan tidak ada larangan dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Kata thayyib menunjukkan sesuatu yang benar-benar baik. Bentuk jamak dari kata ini adalah thayyibat yang diambil dari derivasi thaba-yathibu-thayyibah dengan beberapa makna, yaitu: zaka wa thahara (su cidan bersih), jada wa hasuna (baik dan elok), ladzdaza (enak) dan halal (halal). Pada dasarnya kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa, atau segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikan. Al-qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan diawali kata halalan sebanyak empat kali untuk menjelaskan sifat makanan yang halal.

Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik, hendaknya tidak kita makan. Di antara kriteria makanan yang baik adalah:
  1. Bergizi tinggi
  2. Makanan lengkap dan berimbang. Waktu SD kita belajar makanan 4 sehat 5 sempurna seperti nasi/jagung, lauk/pauk, sayuran, buah-buahan, dan terakhir susu. Semua makanan tersebut mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Ada baiknya ditambah dengan herbal seperti madu, pasak bumi, habbatus saudah, minyak zaitun, dan sebagainya agar tubuh kita sehat.
  3. Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita, misalnya kolesterol tinggi atau bisa memicu asam urat kita.
  4. Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia, pengawet kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang gula/aspartame, MSG, dsb)
  5. Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah
  6. Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.

B. Ayat Pokok Tentang Makanan Halal dan Baik
1. Teks ayat (Surat Al-Maidah : 88)


وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (٨٨) - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-83-93.html#sthash.pXoPxGdB.dpuf
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (٨٨) - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-83-93.html#sthash.pXoPxGdB.dpuf

 



2. Terjemah (Surat Al-Maidah : 88)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezeki-kan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”






















4. Asbabun Nuzul
Dalam ayat 88 ini membantah apa yang pernah dilakukan oleh enam orang sahabat Nabi Muhammad saw.,  yaitu ‘Utsman bin Mad’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Miqdad bin Aswad, Salim dan Qudamah yang datang menemui ‘Aisyah r.a. (isteri Rasulullah saw.,) bertanya tentang seperti apa ibadahnya Rasulullah saw,. Maka diceritakanlah bagaimana ibadah Rasulullah saw., ketika di rumahnya. Setelah mendengar cerita ‘Aisyah tentang bagaimana ibadah Rasulullah saw., maka berkatalah tiga orang sahabat tersebut.  Yang seorang berkata : “Demi Allah, mulai sekarang aku akan shaum (puasa) sepanjang hari”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah, aku tidak akan menikah sampai mati”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah bahwa aku akan melaksanakan sholat malam (Tahajud) setiap malam”.
Apa yang disampaikan oleh para sahabat tersebut adalah ekstrim (terlalu), walaupun niatnya baik. Dengan tidak makan (puasa) terus menerus, tidak tidur setiap malam karena memilih ibadah terus menerus, itu tidak baik.  Karena dengan cara demikian itu mereka mengabaikan rezki Allah SWT.Bahkan Nabi Muhammad saw juga mengatakan : “Aku ada waktunya tidur, tetapi juga ada waktu untuk sholat Tahajud.  Aku juga menikah seperti halnya laki-laki lain”. Artinya, Nabi Muhammad saw mem-posisikan diri beliau sebagaimana manusia yang mempunyai kelebihan.  Sebagai manusia beliau juga sama dengan kita. Tetapi beliau diberikan kelebihan berupa Ar Risalah An Nubuwah (Kerasulan dan Kenabian).
Seperti apa Nabi Muhammad saw makan ?  Ternyata beliau makan seadanya. Apa yang ada di rumah, itulah yang beliau makan. Beliau tidak pernah mencari-cari makanan yang tidak ada di rumah beliau.  Apa yang disediakan oleh isterinya, itulah yang beliau makan. Kadang-kadang beliau makan makanan yang paling baik, seperti daging kambing. Kadang-kadang juga makan roti yang terbuat dari gandum. Nabi Muhammad saw kadang-kadang juga lapar. 
Dalam suatu riwayat Hadits dikatakan bahwa pernah Nabi Muhammad saw dua hari –  dua malam tidak makan, karena memang tidak punya makanan. Kata ‘Aisyah r.a (isteri beliau) pernah ia dan Nabi Muhammad saw pernah dua hari – dua malam tidak makan, hanya minum air saja.  Dan beliau tidak mau minta kepada orang lain.  Padahal kalau beliau mau, beliau bisa minta bantuan kepada sahabat yang lain seperti Utsman bin ‘Affan atau Abdurrahman bin Khauf yang orang kaya pada waktu itu, pasti akan dibantu dan disediakan berapapun keperluan beliau.  Tetapi memang Nabi Muhammad saw tidak mau minta bantuan. Maka yang wajar saja, seperti dalam ayat di atas dikatakan :  Makanlah apa yang direzki-kan oleh Allah kepada kamu yang halal dan thoyyib.

5. Tafsir Global
Pada Surat Al-Maidah ayat 88 ini, Allah memerintahkan kepada hambanya agar mereka makan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakannya kepada mereka “halal” disini mengandung pengertian halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya. Yaitu yang mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya. Makan tidak baik, selain tidak mengndung gizi, juga jika dikonsumsi akan merusak kesehatan. Maka Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik (Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas.
Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati makanan dan minuman yang enak, tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syara’, yaitu: baik, halal, dan menurut ukuran yang layak dan tidak berlebihan. Maka pada akhir ayat ini Allah memperingatkan orang beriman agar mereka berhati-hati dan bertakwa kepadanya dalam soal makanan, minuman dan kenikmatan-kenikmatan lainnya.

6. Ayat Munasabah
Prinsip halal dan baik itu hendaklah senantiasa menjadi perhatian dalam menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani melainkan juga terhadap rohani.[4] Seperti dalam firman Allah yang berbunyi : 


Artinya :
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (QS. ‘Abasa : 24)

C. Hadits Tentang Makanan Halal dan Baik
1. Teks Hadits

عن ابي هريره رضي الله عنه قال :قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ
  طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فقل تعالى :
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا – وقال تعالىى : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ
يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

2. Terjemah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik. Dan Sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk (melakukan) perintah yang disampaikan-Nya kepada para Nabi. Kemudian beliau membaca firman Allah, ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan yang shaleh.’ Dan firman-Nya, ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu.’ Kemudian beliau menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh (lama),  tubuhnya diliputi debu lagi kusut, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Ya Rabbku, ya Rabbku’. Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya dari yang haram dan ia diberi makan dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.”[5] (HR.Muslim)

3. Makna Mufrodat

dan kerjakanlah amalan yang shaleh
وَاعْمَلُوا صَالِحًا
Dari Abu Hurairah ra. berkata
عن ابي هريره رضي الله عنه قال
Dan firman-Nya
وقال تعالىى
Rasulullah saw bersabda
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
Hai orang-orang yang beriman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
Wahai manusia
أَيُّهَا النَّاسُ
yang
مِنْ
sesungguhnya
إِنَّ
baik-baik yang telah
طَيِّبَاتِ مَا
Allah
اللَّهَ
Kami anugerahkan kepadamu
رَزَقْنَاكُمْ
Maha Baik
طَيِّبٌ
Kemudian beliau
ثُمَّ ذَكَرَ
Dia tidak akan menerima sesuatu
لاَ يَقْبَلُ
menceritakan seorang laki-laki
الرَّجُلَ
melainkan
إِلاَّ
yang melakukan perjalanan
يُطِيلُ السَّفَرَ
menerima yang baik
طَيِّبًا
jauh (lama)
أَشْعَثَ
Dan sesungguhnya
وَإِنَّ
Jarak yang ditempuhnya
أَغْبَرَ
telah memerintahkan orang-orang yang beriman
أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ
tubuhnya diliputi debu lagi kusut
يَمُدُّ يَدَيْهِ
untuk (melakukan)
بِمَا
ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa
إِلَى السَّمَاءِ
perintah yang disampaikan-Nya
أَمَرَ بِهِ
Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku
يَا رَبِّ يَا رَبِّ
kepada para Nabi
الْمُرْسَلِينَ
Akan tetapi makanannya haram
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ
Kemudian beliau membaca firman Allah
فقل تعالى
minumannya haram
وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
Hai rasul-rasul
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ
pakaiannya dari yang haram
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ
makanlah makanan
كُلُوا
dan ia diberi makan dengan yang haram
وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ
yang
مِنَ
Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Baik-baik
الطَّيِّبَاتِ

4. Konteks Hadits
“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik”. Yakni : Maha Baik pada Dzat, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Dan Dia hanya menerima yang baik, pada Dzat-Nya dan dalam hal perolehannya. Adapun hal yang buruk pada Dzat-Nya, contohnya khamr (minuman keras). Atau dalam hal perolehannya, contohnya adalah mendapatkan harta dengan jalan riba, maka Allah tidak menerima hal-hal tersebut.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kau mukminin untuk melakukan perintah yang disampaikan kepada para Nabi.”
Lalu beliau membaca firman Allah SWT :

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan yang shaleh”.

Allah memerintahan kepada para rasul yang mana perintah ini juga berlaku untuk kaum mukminin, yaitu agar mereka makan yang baik-baik, adapun yang jelek atau busuk sesungguhnya hal itu diharamkan atas mereka, sebagaimana firman Allah di dalam mensifatkan untuk Rasulullah saw., (Qs. Al-‘araf:157)
Kemudian Rasulullah saw., menyebutkan seseorang yang memakan barang haram bahwasanya dia akan terjauhkan dari terkabulnya doanya, walaupun ia mendapat sebagian sebab terkabulnya doanya, seperti melakukan safar yang panjang dan berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit, dan memohon, “Wahai Rabb, wahai Rabb”, (akan tetapi) makanan, minuman, pakaian, dan di tumbuh besarkan oleh hal-hal yang haram, maka dari mana akan terkabulkan doanya. Orang lelaki ini bersifat dengan empat sifat :
1. Bahwasanya dia melakukan safar yang panjang dan safar itu merupakan tempat dikabulkannya doa bagi orang yang berdoa.
2. Bahwasanya rambutnya kusut, masai berdebu, dan Allah SWT berada dihadapan orang-orang yang hati mereka itu luluh redam karenanya dan Dia memandang kepada hambanya pada hari Arafah seraya berfrman, “Mereka mendatangiku dalam keadaan kusut masai berdebu.”[6] Dan kondisi ini juga berfungsi sebagai sebab dikabulkannya doa.
3. Bahwasanya ia menengadahkan tangan ke langit dan membentangkan kedua tangan ke langit, itu juga penyebab diijabahinya doa, karena sesungguhnya Allah SWT malu kepada hambanya, apabila ia mengangkat kedua tangannya kemudian menolaknya (tidak mengabulkannya).[7]
4. Doanya kepada-Nya (Wahai Rabb, wahai rabb) ini adalah bentuk tawassul kepada Allah dengan ke rububiyahan-Nya, dan itu bagian dari sebab terkabulnya doa, akan tetapi doanya tidak dikabulkan, dikarenakan makanan, minuman, pakaiannya, serta dagingnya tumbuh dari barang yang haram, maka Nabi saw., menganggapnya jauh untuk dikabulkannya doa tersebut. Beliau bersabda, “Maka bagaimana doanya dikabulkan”.

5. Hadits Terkait
Pertama kita ketahui, halal itu bukan sekedar halal makanannya, tapi juga dari sumber bagaimana mendapatkannya pun harus halal. Kalau sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok, menggusur tanah rakyat dengan harga yang rendah, maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetapi haram. Maka Rasulullah saw., telah bersabda:
إِنَّ دِمَائَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
Artinya: “Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian antara sesama kalian adalah haram”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)

Dan selain doanya tidak dikabulkan, dikarenakan makanan, minuman, pakaiannya, serta dagingnya tumbuh dari barang yang haram maka akan membuat si pemakannya disiksa di api neraka. Nabi berkata:

أَيُّمَا لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى لَهُ

Artinya : “Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama membakarnya.” (HR. Ath-Thabrani)
Selain halal, makanan juga harus baik. Dan alasan kenapa Allah menganjurkan makanan yang bukan hanya halal tetapi juga baik karena mengkonsumsi semua makanan dan minuman yang bisa memudharatkan diri, apalagi kalau sampai membunuh diri baik dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya. Juga sabda Nabi saw., :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Artinya : “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”.

D. Analisis
Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT. Untuk senantiasa mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan vitamin yang cukup). Jadi bagian ayat yang berbunyi halal dan baik (halalan thayyiban) tersebut diatas mengandung makna dua makna yang akan melekat pada setiap rezeki makanan yang dikonsumsi manusia. Pertama, hendaklah makanan di dapatkan dengan cara yang halal yang sesuai dengan syariat Islam yang dicontohkan Rasul. Dalam hal ini mengandung makna perintah untuk bermuamalah yang benar. Kedua, dalam makna baik atau thayyib adalah dari sisi kandungan zat makanan yang dikonsumsi. Makanan hendaknya mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh, baik mutu maupun jumlah. Makanan gizi seimbang adalah dianjurkan. Ada makanan halal tetapi tidak thayyib, misalnya Rasul mencontohkan, kulit dan jeroan binatang sembelihan dibuang. Bahkan beliau bersabda jangan memakan tulang karena tulang adalah makanan untuk saudaramu dari bangsa jin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian-bagian tersebut ternyata banyak mengandung zat penyebab kadar kolestrol darah dalam tubuh manusia cepat meningkat.





BAB III
PENUTUP


Kesimpulan

Intinya makanan halal adalah makanan yang baik yang dibolehkan memakannya menurut ajaran islam, yaitu sesuai dalam Al-Qur’an dan Al Hadist.  Makan yang baik itu adalah segala makan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan nafsu makan dan tidak ada larangan dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Kata thayyib menunjukkan sesuatu yang benar-benar baik. Karena Allah memerintahkan kepada hambanya agar mereka makan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakannya kepada mereka “halal” disini mengandung pengertian halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya. Yaitu yang mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya.
Asal makanan dan minuman adalah halal, kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an-Nya atau melalui lisan Rasulullah. Karena apa yang diharamkan oleh Rasulullah sama dengan pengharaman (dari) Allah. Al-qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan diawali kata halalan sebanyak empat kali untuk menjelaskan sifat makanan yang halal. Yaitu dalam Surat Al-Baqarah : 168, Al-Baqarah : 172, Al-Maidah : 88, dan An-Nahl : 114.






DAFTAR PUSTAKA


Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), hal 304-305
Thobieb Al-asyhar. Bahaya makanan haram bagi kesehatan jasmani dan rohani. Jakarta. Al mawardi prima. Cet.1.2003.hlm.125.
Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin. Penjelasan Hadits Arbain Imam An-Nawawi kesepuluh: Doa dan mengkonsumsi barang yang halal. http://ulamasunnah.wordpress.com


[1] Thobieb Al-asyhar. Bahaya makanan haram bagi kesehatan jasmani dan rohani. Jakarta. Al mawardi prima. Cet.1.2003.hlm.125.
[2] Adib Bisri dan Munawwir AF. kamus Indonesia Arab.pustaka progressif. Surabaya. 1999. Hlm 201
[3] Abdul aziz dahlan et al. Ensiklopedia hukum Islam
[4] Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984), hal 304-305
[5] Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (Az-Zakah/1015/Abdul Baqi)
[6] Shahih. Lihat Shahihul Jami’ (1360, 1867, 1868)
[7] Shahih. Dikeluarkan oleh Abu Dawud (Ash Shalat/1488), At-Tirmidzi (Ad Da’awadi/3556), Ibnu Majah (Ad Du’a/3865) dan di shahihkan Al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah 3117.

2 komentar:

  1. Terimakasih, sangat membantu saya memahami materi artinya halalan toyyiban. Semoga menjadi amal sholeh buat penulis dan semua yang membantu menyebarkan.

    BalasHapus

 
Islam Crescent Moon