Info Buku: Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam (Cet.I,Des.2011)
Judul :
|
Jejak pemikiran tokoh pendidikan
Islam: Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal,
Hassan al-Banna, Syed Muhammad Naquib al-Attas, K.H. Ahmad Dahlan, K.H.
Hasyim Asy'ari, Hamka, Basiuni Imran, Hasan Langgulung, Azyumardi Azra
|
Pengarang :
|
|
Penerbit :
|
Ar-Ruzz Media, 2011
|
ISBN :
|
9792548807, 9789792548808
|
Tebal :
|
316 halaman
|
Resensi Buku : Jejak Pemikiran Pendidikan Islam
“Penelusuran kembali pemikiran pendidikan di kalangan umat Islam memang amat
diperlukan. Karena hal ini setidaknya mengingatkan kembali khazanah intelektual
yang pernah dimiliki oleh umat Islam di masa lalu.”
PASANG surut perjalanan pemikiran kependidikan Islam, tidak akan pernah
lepas dari interaksi akumulasi dengan peradaban-peradaban di sekitar
perkembangan Islam waktu itu. Dimana perkembangan pemikiran kependidikan lebih
dijiwai oleh semangat normatif dan historis. Dikatakan semangat normatif karena
perkembangan pemikiran kependidikan dijiwai oleh ajaran dasar yang sumbernya
Al-Qur‘an dan hadits. Sedangkan semangat historis adalah merupakan ujud respon
terhadap berbagai persoalan hidup umat Islam di berbagai bidang kehidupan.
Sesuai dengan catatan sejarah, bahwa perkembangan pemikiran kependidikan
Islam diawali pada saat Dinasti Abbasiyah yang mengalami renaissance,
sehingga berakibat pemikiran kependidikan Islam nampak mengalami titik
kulminasi. Sedang titik baliknya terjadi pada masa-masa dimana pemikiran-pemikiran
para ilmuan Islam, sebagian besar mengalami kemandegan (stagnation)
sampai abad ke-14 yaitu munculnya Ibn Khaldun.
Hal ini dikarenakan sejak pada masa Nabi Muhammad Saw. sampai pada masa
dinasti Umayyah ilmu pengetahuan belum berkembang pesat, dan masih terpusat
pada usaha pemenuhan kebutuhan untuk memahami prinsip-prinsip ajaran Islam
sebagai pedoman hidup yang waktu itu secara langsung telah dijawab dan
diselesaikan oleh Nabi. Sedangkan pada masa Khulafa al-Rasyidin dan
dinasti Umayyah lebih banyak disibukkan dengan pemecahan masalah politik dan
perluasan wilayah Islam, dan belum sempat menggali dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Sehingga bisa dibilang pada masa-masa itu patron ilmu pengetahuan belum
dimiliki oleh umat Islam. Baru setelah zaman Abbasiyah ilmu pengetahuan dalam
berbagai disiplin berkembang.
Awal perkembangannya dimulai dari perkenalannya dengan budaya helenisme,
kemudian penerjemahan karya-karya klasik, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani,
Syria, Sinkrit, dan bahasa Pahlevi ke dalam bahasa Arab yang berlangsung dari
tahun 750-900 M, sejak masa Al-Mansyur (754-775 M), Harun Ar-Rasyid (786-809
M), dan sampai puncaknya pada masa Al-Makmun (813-833 M). Abad-abad
ini merupakan abad penerjemahan yang meletakkan tonggak abad aukflarung
Islam kawasan Timur, dan bertahan hingga melampaui abad kesepuluh dan kesebelas
(Mehdi Nakosteen, 1996: 208). Walaupun setelah itu, ada gejala penurunan, akan
tetapi sampai abad ketiga belas perkembangan ilmu pengetahuan masih ada
dan baru benar-benar mengalami stagnasi setelah penghancuran total oleh
Hulagu Khan (1258 M) yang juga diikuti oleh jatuhnya orang-orang Muwahid di
Spanyol (1268 M). Kalau kita cermati dimasa kemunduran itu sesungguhnya masih
muncul ilmuan muslim yaitu Ibn Khaldun (1332-1406 M) sebagai ahli teori
sejarah. Sejak inilah stagnation betul-betul terjadi dan ditandai lagi
dengan jatuhnya dunia Islam ke tangan Kolonial Eropa, yang mengakibatkan ilmu
Islam terbatas pada ilmu agama dan muncullah sekuler.
Baru pada abad ke-19 atau abad kebangkitan Islam
mulai ada respons terhadap ilmu-ilmu pengetahuan modern dan termasuk filsafat
walaupun ada sikap-sikap yang antagonistik dan akomodatif. Dengan munculnya
pelopor modernisasi di dunia Islam yaitu Sayyid Khan (1817-1898 M), orang India
yang pertama meyakini perlunya penafsiran baru terhadap Islam, yaitu penafsiran
bebas modern dan maju (Busthami M. Said, 1992: 119). Bahkan menimbulkan gejala
yang sering ditunjukkan oleh pengamat Barat baik secara netral, tidak senang
maupun rasa takut, akan gejala kebangkitan Islam. Naluri manusia untuk selalu
ingin tahu itulah yang menjadikan pangkal tolak perkembangan ilmu pengetahuan
(Ismail Raji al-Faruqi, 1984: 35). Pemikiran kependidikan Islam mulai muncul,
kendatipun masih dalam bentuk “embrionik”, dan berkembang hingga dewasa ini.
Buku berjudul Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Dengan segala kekurangan dan
keterbatasannya, studi dan penelitian buku ini dilakukan dengan tujuan
mengelaborasi dan menjelaskan mengenai konsep pendidikan yang dilontarkan para
pemikir-pemikir pendidikan di kalangan umat Islam. Buku Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, mengungkapkan
pokok-pokok pemikiran pendidikan Islam sejak permulaannya, pada masa Nabi
Muhammad Saw., sampai pada masa pembaruan pendidikan yang dilakukan setelah
masa Nabi Muhammad Saw., yaitu masa Khulafa al-Rasyidin, Bani Umayyah, Bani
Abbasiyah, dan seterusnya, juga hasil para pemikir pendidikan Islam terkemuka
seperti Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan lain-lain. Ditambah lagi, hasil pemikiran
para tokoh dari tanah air yang tidak sedikit juga ikut andil memberikan
kontribusinya dalam bidang pendidikan, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim
Asy‘ari, Basiuni Imran
(Tokoh dari Sambas, Kalimantan Barat), dan lain-lain.
Penelusuran kembali pemikiran pendidikan di
kalangan umat Islam memang amat diperlukan. Karena hal ini setidaknya
mengingatkan kembali khazanah intelektual yang pernah dimiliki oleh umat Islam
di masa lalu. Kesadaran historis ini pada gilirannya akan memelihara
kesinambungan atau kontinuitas keilmuan khususnya dalam kajian tentang
pendidikan Islam. Pemikiran-pemikiran kependidikan dalam Islam dan pemikiran
para tokoh dalam bidang pendidikan ini juga bisa dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan atas kebijakan sesuai dengan kondisi
zaman saat ini, sehingga hasil atau pokok-pokok pikiran para ahli ini patut
dikaji kembali dalam rangka membenahi sistem pendidikan Islam, terutama di negeri
Indonesia tercinta ini.
0 komentar:
Posting Komentar