Rabu, 18 Mei 2016

IQ, EQ, dan SQ Dalam Diri Manusia





Integrasi IQ, EQ, dan SQ Dalam Diri Manusia



A.    Pengertian IQ, EQ dan SQ
                              1.       Pengertian IQ (Intelligence Quotient)
Para ilmuan sosial berdebat tentang apa sebenarnya yang membentuk IQ seseorang. Mereka mengungkapkan bahwa IQ dapat diukur dengan menggunakan uji kecerdasan standar, misalnya Wichsler Intellegence Scales yang mengukur, baik kemampuan verbal maupun nonverbal, termasuk ingatan, perbendaharaan kata, wawasan, pemecahan masalah, abstraksi logika, persepsi, pengolahan informasi, dan ketrampilan motorik visual. “faktor intelegensia umum” yang diturunkan dari skala ini yang disebut IQ dianggp sangat stabil sesudah anak berusia enam tahun dan biasanya berkolerasi dengan uji bakat seperti ujian masuk perguruan tinggi.[1]
IQ ialah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar, perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ adalah kemampuan bawaan lahir yang mutlak dan tak dapat berubah adalah salah, karena penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ dapat meningkat dari proses belajar.
IQ ( Intelligent Quotient) merupakan tingkat kecerdasan manusia yang ditinjau dari kecerdasan intelektual, berupa kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta. Orang yang kecerdasan intelektualnya baik, baginya tidak ada informasi yang sulit, semuanya dapat disimpan dan diolah, pada waktu yang tepat dan pada saat dibutuhkan diolah dan diinformasikan kembali. Proses menerima , menyimpan, dan mengolah kembali informasi, baik informasi yang didapat lewat pendengaran, penglihatan atau penciuman, biasa disebut berfikir.

                              2.       Pengertian EQ (Emotional Quotient)
EQ adalah kemampuan pengendalian diri sendiri,semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Lawrence, kecerdasan emosional anak dapat dilihat pada : keuletan, optimisme, motivasi diri, dan antusiasme. Lebih lanjut Lawrence mengemukakan kecerdasan emosional (EQ) pengukurannya bukan didasarkan pada kepintaran seseorang anak, tetapi melalui sesuatu yang dengan karakteristik pribadi “karakter”. [2]
Substansi dari kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami untuk kemudian disikapi secara manusiawi. Orang yang EQ-nya baik, dapat memahami perasaan orang lain, dapat membaca yang tersurat dan yang tersirat, dapat menangkap bahasa verbal dan non verbal. Semua pemahaman tersebut akan menuntunnya agar bersikap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungannya, dapat dimengerti kenapa orang yang EQ-nya baik, sekaligus kehidupan sosialnya juga baik.

                           3.          Pengertian SQ (Spiritual Quotient)
Kecerdasan spiritual (SQ), merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University melalui riset yang komprehensif[3]. Mereka mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Sedangkan dalam ESQ kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ dan SQ secara komprehensif.[4] Dapat juga dikatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah- langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan ikhlas. SQ adalah suara hati Ilahiyah yang memotivasi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat .

B.     Perbedaan antara IQ, EQ dan SQ

Pakar EQ, Goleman berpendapat bahwa meningkatkan kualitas kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ . IQ umumnya tidak berubah selama kita hidup. Sementara kemampuan yang murni kognitif relatif tidak berubah (IQ), maka kecakapan emosi dapat dipelajari kapan saja. Tidak peduli orang itu peka atau tidak, pemalu, pemarah atau sulit bergaul dengan orang lain sekalipun, dengan motivasi dan usaha yang benar, kita dapat mempelajari dan menguasai kecakapan emosi tersebut.[5] Seorang psikolog dari Yale, Robert Stenberg seorang ahli dalam bidang succesfull intellegence mengatakan: “bila IQ yang berkuasa, ini karena kita membiarkannya berbuat demikian. Dan bila kita membiarkannya berkuasa, kita telah memilih penguasa yang buruk.[6]
Sebuah sistem terpadu dan sistematis untuk mensinergikan tiga landasan kecerdasan dalam satu sistem sekaligus, yaitu IQ, EQ dan SQ. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang terpadu dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Menurut kacamata ESQ, ketiga komponen ini merupakan sebuah metode paripurna untuk membangun tiga dimensi kecerdasan manusia sekaligus.

C.    Eksistensi IQ, EQ dan SQ pada setiap individu dan kapasitasnya

Dalam kamus bahasa Indonesia, eksistensi diartikan sebagai keberadaan. Artinya, eksistensi menjelaskan tentang penilaian ada atau tidak adanya pengaruh terhadap keberadaan seseorang tersebut. Apabila orang lain menganggap kita mempunyai sebuah eksistensi, maka keberadaan kita sudah dianggap dan dapat diperhitungkan oleh orang-orang di sekeliling kita. Eksistensi biasanya dijadikan sebagai acuan pembuktian diri bahwa kegiatan atau pekerjaan yang diakukan seseorang dapat berguna dan mendapat nilai yang baik di mata orang lain.

                              1.       Eksistensi IQ
IQ atau daya tangkap seseorang mulai muncul dapat ditentukan sekitar umur 3 tahun. Daya tangkap sangat dipengaruhi oleh garis keturunan (genetic) yang dibawanya dari keluarga ayah dan ibu di samping faktor gizi makanan yang cukup. Perkembangan taraf intelegensi sangat pesat pada masa umur balita dan mulai menetap pada akhir masa remaja. Taraf intelegensi tidak mengalami penurunan,yang menurun hanya penerapannya saja terutama setelah berumur 65 tahun keatas bagi mereka yang alat inderanya mengalami kerusakan.[7]
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh.Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.
Para ahli di sebuah penelitian ilmiah di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa memang telah terjadi kekeliruan dalam memahami IQ. Para ahli tersebut melihat kesamaan persepsi yang menggejala hampir di semua belahan dunia kecenderungan untuk terlalu mengagung-agungkan IQ. [8]

                              2.       Eksistensi EQ
Eksistensi EQ yang dulu belum mampu dilihat oleh orang-orang kebanyakan, kini dinilai patut disejajarkan bahkan berada di atas IQ karena keberadaannya yang mutlak diperlukan[9]. Betapa masih rendah kesadaran dan apresiasi tentng pentingnya kecerdasan emosi yang mampu mengalirkan sikap-sikap: integritas, komitmen, visi serta kemandirian yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh para pemberi kerja atau mahasiswa[10].
Berkembang bersamaan dengan sejarah manusia itu sendiri; kebutuhan untuk mengatasi, beradaptasi dan bergaul dengan manusia lain yang penting. Artinya bagi kelangsungan hidup generasi pemburu-pengumpul di zaman purba. Otak manusia mencerminkan fakta yang tak terbantahkan ini. Teknik pemetaan yang canggih baru-baru ini, memastikan bahwa banyak proses berfikir halus melalui pesat emosi otak saat mengalami proses fisiologi yang mengubah informasi dari luar menjadi tindakan atau tanggapan individu.[11]
Kecerdasan emosi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan menata dengan baik emosi-emosi yang muncul dalam dirinya ketika berhubungan dengan orang lain. Apapun yang kita dengar, lihat atau baca akan berhubungan dengan emosi lebih dahulu sebelum tindakan dilakukan. Bahkan, untuk berhasil memecahkan soal matematika sekalipun harus menghubungi perasaan terlebih dahulu.[12]

                              3.       Eksistensi SQ
Kecerdasan spiritual ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
Sebuah penggabungan atau sinergi antara rasionalitas dunia (EQ dan IQ) dan kepentingan spiritual (SQ). Hasilnya adalah kebahagiaan dan kedamaian, sekaligus etos kerja yang tinggi tak terbatas[13].

D.    Hubungan Antara Aspek-Aspek Kognisi, Emosi dan Konasi dengan IQ, EQ dan SQ

Ada hubungannya antara aspek kognisi dengan IQ, yaitu kognisi dalam kamus bahasa Indonesia dapat dartikan pengamatan pemikiran, pencapaian pengetahuan tentang sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi.
Emosi adalah persepsi perubahan jasmaniah yang terjadi dalam memberi tanggapan (respon) terhadap suatu peristiwa. Definisi ini bermaksud menjelaskan bahwa pengalaman emosi merupakan persepsi dari reaksi terhadap situasi.[14] Kecerdasan emosional (EQ) merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa.[15]
Konasi (kemauan) adalah bereaksi, berbuat, berusaha, berkemauan dan berkehendak. Aspek konasi kepribadian ditandai tingkah laku yang bertujuan dan impus untuk berbuat. Nafsu menunjukan struktur di bawah sadar dari kepribadian manusia.[16] Konasi merupakan salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktivitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Dan terbagi atas : Dorongan, keinginan, hasrat, kecenderungan, hawa nafsu, kemauan. SQ merupakan tingkat kecerdasan manusia yang ditinjau dari kecerdasan spiritual berupa kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas.

E.     Mengaplikasikan Konsep IQ, EQ dan SQ Dalam Proses Pembelajaran

Aplikasi konsep IQ, EQ, dan SQ dalam pembelajaran harus diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling berkaitan di dalam diri kita, sehingga tak mungkin dapat di pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan pembelajaran tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan.
Dalam proses pembelajaran diperlukan sebuah pendekatan yang mampu memahami karakteristik peserta didik sehingga lingkungan sekolah benar-benar dapat memberi kesempatan bagi pengembangan potensi peserta didik agar mencapai titik maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa pakar yang menyatakan bahwa jenis strategi pembelajaran tertentu memerlukan gaya belajar tertentu.[17]
Upaya untuk mengintegrasikan ketiga potensi kecerdasan tersebut melalui proses pembelajaran tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan setiap peserta didik memiliki kekhasan berbeda-beda. Latar belakang ekonomi, lingkungan sosial, bakat, minat, pengetahuan serta motivasi antara satu murid dengan murid yang lain tidaklah selalu sama. Oleh karena itu SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ diperlukan untuk memberikan makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan secara komprehensif.
Dalam pembelajaran diperlukan juga kreatifitas dan inovasi dari pendidik agar proses pembelajaran tidak menjenuhkan yang tentu saja akan berpengaruh pada prestasi peserta didik tetapi menyenangkan (EQ), bermakna (SQ), dan menantang atau problematis (IQ). Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan tercipta manusia-manusia pembelajar yang selalu tertantang untuk belajar IQ, SQ dan EQ, serta selalu memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri yang sesungguhnya.
Prinsip dalam pembelajaran yaitu memiliki kebiasaan membaca buku dan membaca situasi dengan cermat, selalu berpikir kritis dan mendalam, selalu mengevaluasi pemikirannya kembali, bersikap terbuka untuk mengadakan penyempurnaan, memiliki pedoman yang uat dalam belajar yaitu berpegang kepada Al-Qur’an.[18]




DAFTAR KEPUSTAKAAN



Abdul Mujib dan Jusuf  Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Rajawali Press. Jakarta. 2001
Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. Arga Wijaya Persada. Jakarta. 2001
Hamzah B. Uno. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta  Cet.4, 2010
Dwi Hayu Lestari. Perbedaan IQ, EQ, SQ dan ESQ . http://dwihayulestari.blogspot.co.id/2014/02/perbedaan-iq-sq-eq-dan-esq.html. 02-3-2016
Fatchul anwar. Makalah Ilmu Jiwa Belajar . http://sagitariusismyzodiak.blogspot.co.id/2013/03/makalah-ilmu-jiwa-belajar.html. 06 maret 2016


[1]Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara, Cet.4, 2010, hlm.102
[2]Ibid, hlm.101
[3]Ary Ginanjar,Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, Arga Wijaya Persada:Jakarta, 2001,hlm.44.
[4]Ibid,hlm.46-47.
[5] Daniel Goleman, Working With Emosional Intelligence, (New York: Bantam Books, 1999),hlm.19.
[6] Damasio, Descarte’ Error: Emotion, Reason, and The Human Brain, mengutip Robert K Cooper, PhD dan Ayman Sawaf, Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, (Jakarta: PT  Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal.14.
[7] Drs. A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Perkembangan Intelegensi Anak Dan Pengukuran IQ-Nya, (Bandung: Angkasa, 1993),hlm. 48
[8]Ary Ginanjar,Op.Cit, hlm 40
[9]Ary Ginanjar, Op.Cit, hlm.39-40
[10]Ibid, hlm. 36
[11] Steven J. Stein, Ph.D, Howard E. Book, M.D, Ledakan EQ, hlm. 31
[12]Anthony de Mello, S.J., Awareness Butir-butir Mutira Pencerahan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999). Hlm.115

[13]Ary Ginanjar, Op.Cit, hlm. 47-48
[14]Hamzah B. Uno, Op.Cit, hlm.62
[15]Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Kecerdasan Emosional, terjemahan T. Hermaya,  (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997) hlm. 4
[16]Abdul Mujib, Jusuf  Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2001, hlm. 48
[17]Hamzah B. Uno, Op.Cit, hlm. 185
[18]Ary Ginanjar, Op.Cit, hlm. 201

1 komentar:

 
Islam Crescent Moon