Rabu, 18 Mei 2016

Khalifah Umar Bin Khttab




   

Sejarah Khalifah Umar Bin Khattab




    A.    Latar Belakang Kehidupan Umar Bin Khattab

Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abn Al-Uzza bin Ribbah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay. Beliau dilahirkan di Mekkah dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya Perang Fijar atau sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Al-Khudari Bek, tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW.[1]
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk diantara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh dan penentang Nabi Muhammad SAW. yang paling ganas dan kejam, bahkan besar keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad SAW dan pengikut-pengikunya. Dan dia sering menyebarkan fitnah dan menuduh Nabi Muhammad sebagai penyair tukang tenun.[2]
Setelah Umar masuk agama Islam, pada bulan Dzulhijjah enam tahun setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Dia berubah menjadi salah seorang yang gigih dan setia membela agama Islam. Bahkan, dia termasuk seorang sahabat yang terkemuka dan paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Umar bin Khattab adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shidiiq. Dia adalah salah seorang sahabat yang terbesar sepanjang sejarah. Kebesarannya terletak pada keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana maupun sebagai mujtahid yang ahli dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.[3]
Peranan Umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol karena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang diakui kebenarannya oleh para sejarawan. Bahkan, ada yang mengatakan, kalau tidak karena penaklukkan-penaklukkan yang dilakukan pada masa Umar, Islam belum akan tersebar seperti sekarang.[4]

    B.     Pengangkatan Umar Bin Khattab Sebagai Khalifah

Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun 634 M/13 H menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk Umar menjadi khalifah.
                              1.            Kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret umat Islam ke jurang perpecahan akan terulang kembali, bila ia tidak menunjuk seorang yang akan menggantikannya.
                              2.            Kaum Muhajirin dan Anshar saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah.
                              3.            Umat Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang.

Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan di saat ia mendadak sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat. Abu Bakar dalam menunjuk Umar sebagai pengganti tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan beberapa sahabat senior, antara lain Abdul Rahman bin Auf, Usman bin Affan, dan Asid bin Hadhir, seorang tokoh Anshar. Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas pilihannya pada Umar secara objektif. Setelah itu hasil konsultasi dengan beberapa orang sahabat senior itu masih ditawarkan kepada kaum muslimin yang sedang berkumpul di Masjid Nabawi. Apakah rela menerima orang yang dicalonkan sebagai penggantinya? Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar, sahabat Thalhah misalnya, segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun, karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka kaum muslimin menerima dan menyetujui orang yang telah dicalonkan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar mendapat persetujuan kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil Usman bin Affan untuk menuliskan teks pengangkatan Umar (bai’at Umar).
Sebagaimana Abu Bakar, Umar bin Khattab begitu dibai’at atau dilantik menjadi khalifah menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di Masjid Nabawi di hadapan kaum muslimin. Bagian dari pidatonya adalah :

“Aku telah dipilih menjadi khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik di antara kamu dan lebih kuat terhadap kamu dan juga lebih mampu untuk memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama dengan beliau. Andaikata aku tahu bahwa ada orang lebih kuat daripadaku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini”. “Sesungguhnya Allah menguji kamu dengan aku dan mengujiku dengan kamu dan membiarkan aku memimpin kamu sesudah sahabatku. Maka demi Allah, bila ada sesuatu urusan dari urusan kamu dihadapkan kepadaku, maka janganlah urusan itu diurus oleh seseorang, selain aku dan janganlah seseorang menjauhkan diri dari aku, sehingga aku tidak dapat memilih orang yang benar dan memegang amanah. Jika mereka berbuat baik, tentu aku akan berbuat baik kepada mereka dan jika mereka berbuat jahat, maka tentu aku akan menghukum mereka.”

Pidato tersebut menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan khalifah adalah tugas yang berat sebagai amanah dan ujian. Antara pemimpin dan yang dipimpin harus terjalin hubungan timbal balik yang seimbang dalam melaksanakan tanggung jawab itu. Setiap urusan baru harus diurus oleh khalifah dengan baik. Khalifah harus memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang amanah untuk membantunya. Hukum harus ditegakkan terhadap pelaku tanpa memandang dari pihak manapun. Umar bin Khattab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah” (pengganti dari pengganti Rasulullah.

    C.    Ekspansi Islam masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab

Era penaklukan militer telah dimulai maka khalifah Umar menganggap bahwa tugasnya yang pertama adalah mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H/634 M-23 H/644 M), sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk melebarkan pengaruh Islam keluar arab. Ia juga mendapat gelar Amir Al-Mukminin (komandan orang-orang beriman) sehubungan dengan penaklukkan-penaklukkan yang berlangsung pada masa pemerintahannya.
Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan ini. Pada tahun 635 M, Damaskus yang merupakan ibukota Syiria ditundukkan, setahun kemudian seluruh wilayah Syiria jatuh ketangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di Lembah Yarmuk disebelah timur anak sungai Yordania, pasukan Romawi yang terkenal kuat itu tunduk kepada pasukan-pasukan Islam. Faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan bangsa Romawi dan Persia yang pada akhirnya mendorong umat Islam mengadakan penaklukkan negeri Romawi dan Persia, serta negeri-negeri jajahannya karena :
                                          1.            Bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam.
                                          2.            Semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan Islam.
                                          3.            Bangsa Romawi dan Persia sebagai negara yang subur dan terkenal kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan negeri-negeri Arab.
                                          4.            Bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku-suku Badui untuk menentang pemerintahan Islam dan mendukung musuh-musuh Islam.
                                          5.            Letak geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan keamanan dan pertahanan Islam.

Tindakan pertama yang dilakukan Umar untuk menghadapi kekuatan Romawi dan Persia adalah mengutus Saad bin Abi Waqqas untuk menaklukkan Persia dan menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menggantikan Khalid bin Walid sebagai panglima tertinggi yang sedang menghadapi kekuatan Romawi di Syiria. Saad bin Abi Waqqas berangkat dari Madinah memimpin pasukan militer menuju Irak yang sedang dikuasai Persia. Pasukan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas berhasil menerobos pintu gerbang kekuatan Persia. Pertempuran antara keduanya tak dapat dielakkan lagi maka terjadi pertempuran lain di Qadisiyah pada tahun 635 M/14 H. Dalam pertempuran ini, pihak Persia berhasil di pukul mundur oleh kekuatan Islam-Arab yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas.
Damaskus jatuh ketangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan muslimin yang dipimpin Abu Ubaidah melanjutkan penaklukkan ke Hamah, Qinnisrin, Laziqiyah dan Aleppo. Surah Bil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukkan atas Baysan dan Yerussalem, kota itu dikepung oleh pasukan muslim selama empat bulan. Sehingga akhirnya dapat ditaklukkan dengan syarat harus khalifah Umar sendiri yang menerima “kunci” kota itu, karena kekhawatiran mereka terhadap pasukan muslim yang akan menghancurkan gereja-gereja.
Dari Syiria, pasukan kaum muslim melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 sebelum Masehi, dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. ‘Amr bin Ashmeminta izin khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi khlifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya permintaan itu dikabulkan juga oleh khalifah dengan mengirim 4.000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi tersebut. Tahun 18 H pasukan muslimin menapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Pelusium (Alfaramah), pelabuhan di pantai laut tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Kota Babilion juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H setelah 7 bulan terkepung. Cyrus, pemimpin Romawi di Mesir megajak damai dengan pasukan Islam pimpinan ‘Amr setelah melihat kebesaran dan kesungguhan pasukan muslimin untuk menguasai Mesir.
Iskandariah, ibukota Mesir dikepung selama 4 bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam dibawah pimpinan Ubadah bin Tsamit yang dikirim oleh khalifah di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian tersebut berisi beberapa hal sebagai berikut :
1.      Setiap warga negara diminta untuk membayar pajak perorangan sebanyak 2 dinar setiap tahun.
2.      Gencatan senjata akan berlangsung selama 7 bulan.
3.      Bangsa Arab akan tinggal di markasnya selama gencatan senjata dan pasukan Yunani tidak akan menyerang Iskandaria dan harus menjauhkan diri dari permusuhan.
4.      Umat Islam tidak akan menghancurkan gereja-gereja dan tidak boleh mencampuri urusan umat Kristen.
5.      Pasukan tetap Yunani harus meninggalkan Iskandaria dengan membawa harta benda dan uang, mereka akan membayar pajak perseorangan selama 1 bulan.
6.      Umat Yunani harus tetap tinggal di Iskandaria.
7.      Umat Islam harus menjaga 150 tentara Yunani dan 50 orang sipil sebagai sandera sampai batas waktu dari perjanjian ini dilaksanakan.

Dengan jatuhnya Iskandaria maka sempurnalah penaklukkan atas Mesir. Ibukota negeri itu dipindahkan ke kota baru yang bernama Fustat yang dibangun oleh ‘Amr bin Ash pada tahun 20 H.
Dengan Syiria sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia Utara, Georgia dan Azerbaijan menjadi terbuka. Demikian juga serangan-serangan kilat terhadap Asia kecil dilakukan selama bertahun-tahun setelah itu. Kemenangan yang diraih di Yarmuk membuka jalan bagi gerak maju tentara muslim kedataran Eufrat dan Tigris. Ibukota Persia, Ctesiphon (Madain) yang letaknya di tepi sungai Tigris pada tahun itu juga dapat dikuasai. Setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid III, Raja Persia itu melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukan Ahwaz pada tahun 22 H. Tahun 641 M/22 H seluruh wilayah Persia di kuasai. Isfahan juga ditaklukkan, demikian pula Jurjan/Georgia dan Tabristan. Azerbaijan tidak luput dari kepungan pasukan muslim. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar daripada tentara Islam, yaitu 6 dibandingkan 1 dapat dikalahkan sehingga menyebabkan mereka menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (Fathhul Futhuk).
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang sangat pesat, bersamaan dengan keberhasilan ekspansi di atas. Khalifah Umar telah berhasil telah membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani tuntutan masyarakat baru yang harus berkembang. Umar mendirikan beberapa dewan, membangun Baitul Mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para hakimm dan menyelenggarakan “hisbah”.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan yang sempurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Kekhalifahan bagi Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu. Tiada istana atau pakaian kebesaran, baik untuk Umar sendiri maupun bawahannya sehingga tidak ada perbedaan antara penguasa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat dihubungi oleh rakyat. Kehidupan khalifah memang merupakan penjelmaan yang hidup dari prinsip-prinsip egaliter dan demokratis yang harus dimiliki oleh seorang kepala negara.
Khalifah Umar dikenal bukan saja pandai menciptakan peraturan-peraturan baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksaaan yang telah ada jika itu diperlukanndemi tercapainya ke maslahatan umat Islam. Misalnya mengenai kepemilikan tanah-tanah yang diperoleh dari suatu peperangan (ghanimah). Khalifah Umar membiarkan tanah di garap oleh pemiliknya sendiri di negeri yang ia telah ia taklukkan dan melarang kaum muslimin memilikinya karena mereka menerima tunjangan dari Baitul Mal atau gaji bagi prajurit yang masih aktif. Sebagai gantinya, atas tanah dikenakan pajak (Al-Kharaj).
Begitu pula Umar meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukan kepada ‘orang yang dijinakkan hatinya’ (Al-Muallafat qulubuhum) mengenai syarat-syarat pemberiannya. Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun 6 bulan 4 hari. Kematiannya sangat tragis, seorang budak bangsa Persia bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman tikaman pisau tajam kearah khalifah yang akan mendirikan Shalat Subuh yang telah ditunggu oleh jamaahnya di Masjid Nabawi di pagibuta itu. Khalifah terluka parah dari pembaringannya ia mengangkat “Syura” (komisi pemilih) yang akan memilih penerus tongkat ke khalifahannya. Khalifah Umar wafat 3 hari setelah peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharram 23 H /644

DAFTAR PUSTAKA


Amir Nuruddin, Ijtihad Umar Ibn Al-Khaththa, Jakarta:Rajawali Press, 1991
Dedi Supriyadi.Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia. 2008
Mahbub Junaidi, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta: Pustaka Jaya, 1986
Samsul Munir Amin.Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah. 2015



[1]Dedi Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, cet.10, 2008), h. 77-78.

[2]Ibid., h. 78
[3]Amir Nuruddin, Ijtihad Umar Ibn Al-Khaththa, (Jakarta:Rajawali Press, 1991), h. 136
[4]Michael H. Hart. The 100 a Ranking of the Most Influence ? Persons in History.Terjemahan Mahbub Junaidi, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta : Pustaka Jaya, 1986, h.266

0 komentar:

Posting Komentar

 
Islam Crescent Moon