Sejarah Khalifah Umar Bin Khattab
A.
Latar Belakang
Kehidupan Umar Bin Khattab
Umar bin Khattab
memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abn Al-Uzza bin Ribbah
bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin Lu’ay. Beliau
dilahirkan di Mekkah dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat.
Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya Perang Fijar atau sebagaimana yang
ditulis oleh Muhammad Al-Khudari Bek, tiga belas tahun lebih muda dari Nabi
Muhammad SAW.[1]
Sebelum masuk Islam,
Umar termasuk diantara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang
yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh dan penentang Nabi Muhammad SAW. yang
paling ganas dan kejam, bahkan besar keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad
SAW dan pengikut-pengikunya. Dan dia sering menyebarkan fitnah dan menuduh Nabi
Muhammad sebagai penyair tukang tenun.[2]
Setelah Umar masuk agama
Islam, pada bulan Dzulhijjah enam tahun setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW.
kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Dia berubah menjadi
salah seorang yang gigih dan setia membela agama Islam. Bahkan, dia termasuk
seorang sahabat yang terkemuka dan paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Umar bin Khattab adalah
khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shidiiq. Dia adalah salah
seorang sahabat yang terbesar sepanjang sejarah. Kebesarannya terletak pada
keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana maupun sebagai mujtahid
yang ahli dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas prinsip-prinsip
keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.[3]
Peranan Umar dalam
sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol karena perluasan
wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya
penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang
diakui kebenarannya oleh para sejarawan. Bahkan, ada yang mengatakan, kalau tidak
karena penaklukkan-penaklukkan yang dilakukan pada masa Umar, Islam belum akan
tersebar seperti sekarang.[4]
B.
Pengangkatan Umar
Bin Khattab Sebagai Khalifah
Abu Bakar sebelum
meninggal pada tahun 634 M/13 H menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya.
Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk Umar menjadi
khalifah.
1.
Kekhawatiran peristiwa yang
sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret umat Islam ke
jurang perpecahan akan terulang kembali, bila ia tidak menunjuk seorang yang
akan menggantikannya.
2.
Kaum Muhajirin dan Anshar
saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah.
3.
Umat Islam pada saat itu
baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang.
Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan di saat ia
mendadak sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus
dicatat bahwa penunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang
diserahkan pada persetujuan umat. Abu Bakar dalam menunjuk Umar sebagai
pengganti tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan beberapa
sahabat senior, antara lain Abdul Rahman bin Auf, Usman bin Affan, dan Asid bin
Hadhir, seorang tokoh Anshar. Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas
pilihannya pada Umar secara objektif. Setelah itu hasil konsultasi dengan
beberapa orang sahabat senior itu masih ditawarkan kepada kaum muslimin yang
sedang berkumpul di Masjid Nabawi. Apakah rela menerima orang yang dicalonkan
sebagai penggantinya? Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana
pengangkatan Umar, sahabat Thalhah misalnya, segera menemui Abu Bakar untuk
menyampaikan rasa kecewanya. Namun, karena Umar adalah orang yang paling tepat
untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka kaum muslimin menerima dan menyetujui
orang yang telah dicalonkan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar mendapat persetujuan
kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil Usman bin Affan untuk menuliskan
teks pengangkatan Umar (bai’at Umar).
Sebagaimana Abu Bakar, Umar bin Khattab begitu dibai’at atau
dilantik menjadi khalifah menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di Masjid Nabawi
di hadapan kaum muslimin. Bagian dari pidatonya adalah :
“Aku telah dipilih
menjadi khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik
di antara kamu dan lebih kuat terhadap kamu dan juga lebih mampu untuk memikul
urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama
dengan beliau. Andaikata aku tahu bahwa ada orang lebih kuat daripadaku untuk
memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai
daripada memikul jabatan ini”. “Sesungguhnya Allah menguji kamu dengan aku dan
mengujiku dengan kamu dan membiarkan aku memimpin kamu sesudah sahabatku. Maka
demi Allah, bila ada sesuatu urusan dari urusan kamu dihadapkan kepadaku, maka
janganlah urusan itu diurus oleh seseorang, selain aku dan janganlah seseorang
menjauhkan diri dari aku, sehingga aku tidak dapat memilih orang yang benar dan
memegang amanah. Jika mereka berbuat baik, tentu aku akan berbuat baik kepada
mereka dan jika mereka berbuat jahat, maka tentu aku akan menghukum mereka.”
Pidato tersebut menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan
khalifah adalah tugas yang berat sebagai amanah dan ujian. Antara pemimpin dan
yang dipimpin harus terjalin hubungan timbal balik yang seimbang dalam
melaksanakan tanggung jawab itu. Setiap urusan baru harus diurus oleh khalifah
dengan baik. Khalifah harus memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang
amanah untuk membantunya. Hukum harus ditegakkan terhadap pelaku tanpa memandang
dari pihak manapun. Umar bin Khattab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati
Rasulillah” (pengganti dari pengganti Rasulullah.
C.
Ekspansi Islam masa
pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab
Era penaklukan militer telah dimulai maka khalifah Umar
menganggap bahwa tugasnya yang pertama adalah mensukseskan ekspedisi yang
dirintis oleh pendahulunya. Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H/634
M-23 H/644 M), sebagian besar ditandai oleh penaklukan-penaklukan untuk
melebarkan pengaruh Islam keluar arab. Ia juga mendapat gelar Amir Al-Mukminin (komandan orang-orang
beriman) sehubungan dengan penaklukkan-penaklukkan yang berlangsung pada masa
pemerintahannya.
Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar
telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan ini. Pada
tahun 635 M, Damaskus yang merupakan ibukota Syiria ditundukkan, setahun
kemudian seluruh wilayah Syiria jatuh ketangan kaum muslimin, setelah
pertempuran hebat di Lembah Yarmuk disebelah timur anak sungai Yordania,
pasukan Romawi yang terkenal kuat itu tunduk kepada pasukan-pasukan Islam.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat Islam dengan
bangsa Romawi dan Persia yang pada akhirnya mendorong umat Islam mengadakan
penaklukkan negeri Romawi dan Persia, serta negeri-negeri jajahannya karena :
1.
Bangsa Romawi dan Persia
tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam.
2.
Semenjak Islam masih lemah,
Romawi dan Persia selalu berusaha menghancurkan Islam.
3.
Bangsa Romawi dan Persia
sebagai negara yang subur dan terkenal kemakmurannya, tidak berkenan menjalin
hubungan perdagangan dengan negeri-negeri Arab.
4.
Bangsa Romawi dan Persia
bersikap ceroboh menghasut suku-suku Badui untuk menentang pemerintahan Islam
dan mendukung musuh-musuh Islam.
5.
Letak geografis kekuasaan
Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan keamanan dan pertahanan
Islam.
Tindakan pertama yang dilakukan Umar untuk menghadapi
kekuatan Romawi dan Persia adalah mengutus Saad bin Abi Waqqas untuk
menaklukkan Persia dan menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menggantikan
Khalid bin Walid sebagai panglima tertinggi yang sedang menghadapi kekuatan
Romawi di Syiria. Saad bin Abi Waqqas berangkat dari Madinah memimpin pasukan
militer menuju Irak yang sedang dikuasai Persia. Pasukan yang dipimpin Saad bin
Abi Waqqas berhasil menerobos pintu gerbang kekuatan Persia. Pertempuran antara
keduanya tak dapat dielakkan lagi maka terjadi pertempuran lain di Qadisiyah
pada tahun 635 M/14 H. Dalam pertempuran ini, pihak Persia berhasil di pukul
mundur oleh kekuatan Islam-Arab yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas.
Damaskus jatuh ketangan kaum muslimin setelah dikepung selama
tujuh hari. Pasukan muslimin yang dipimpin Abu Ubaidah melanjutkan penaklukkan
ke Hamah, Qinnisrin, Laziqiyah dan Aleppo. Surah Bil dan ‘Amr bersama pasukannya
meneruskan penaklukkan atas Baysan dan Yerussalem, kota itu dikepung oleh
pasukan muslim selama empat bulan. Sehingga akhirnya dapat ditaklukkan dengan
syarat harus khalifah Umar sendiri yang menerima “kunci” kota itu, karena
kekhawatiran mereka terhadap pasukan muslim yang akan menghancurkan
gereja-gereja.
Dari Syiria, pasukan kaum muslim melanjutkan langkah ke Mesir
dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian Utara. Bangsa Romawi
telah menguasai Mesir sejak tahun 30 sebelum Masehi, dan menjadikan wilayah
subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. ‘Amr bin
Ashmeminta izin khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi khlifah masih
ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran.
Akhirnya permintaan itu dikabulkan juga oleh khalifah dengan mengirim 4.000
tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi tersebut. Tahun 18 H pasukan muslimin
menapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan
Pelusium (Alfaramah), pelabuhan di pantai laut tengah yang merupakan pintu
gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan muslimin dan dapat
ditaklukkan pada tahun 19 H. Kota Babilion juga dapat ditundukkan pada tahun 20
H setelah 7 bulan terkepung. Cyrus, pemimpin Romawi di Mesir megajak damai
dengan pasukan Islam pimpinan ‘Amr setelah melihat kebesaran dan kesungguhan
pasukan muslimin untuk menguasai Mesir.
Iskandariah, ibukota Mesir dikepung selama 4 bulan sebelum
ditaklukkan oleh pasukan Islam dibawah pimpinan Ubadah bin Tsamit yang dikirim
oleh khalifah di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai
dengan kaum muslimin. Perjanjian tersebut berisi beberapa hal sebagai berikut :
1.
Setiap warga negara diminta
untuk membayar pajak perorangan sebanyak 2 dinar setiap tahun.
2.
Gencatan senjata akan
berlangsung selama 7 bulan.
3.
Bangsa Arab akan tinggal di
markasnya selama gencatan senjata dan pasukan Yunani tidak akan menyerang
Iskandaria dan harus menjauhkan diri dari permusuhan.
4.
Umat Islam tidak akan
menghancurkan gereja-gereja dan tidak boleh mencampuri urusan umat Kristen.
5.
Pasukan tetap Yunani harus
meninggalkan Iskandaria dengan membawa harta benda dan uang, mereka akan
membayar pajak perseorangan selama 1 bulan.
6.
Umat Yunani harus tetap
tinggal di Iskandaria.
7.
Umat Islam harus menjaga
150 tentara Yunani dan 50 orang sipil sebagai sandera sampai batas waktu dari
perjanjian ini dilaksanakan.
Dengan jatuhnya Iskandaria maka sempurnalah penaklukkan atas
Mesir. Ibukota negeri itu dipindahkan ke kota baru yang bernama Fustat yang
dibangun oleh ‘Amr bin Ash pada tahun 20 H.
Dengan Syiria sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia,
Mesopotamia Utara, Georgia dan Azerbaijan menjadi terbuka. Demikian juga
serangan-serangan kilat terhadap Asia kecil dilakukan selama bertahun-tahun
setelah itu. Kemenangan yang diraih di Yarmuk membuka jalan bagi gerak maju
tentara muslim kedataran Eufrat dan Tigris. Ibukota Persia, Ctesiphon (Madain)
yang letaknya di tepi sungai Tigris pada tahun itu juga dapat dikuasai. Setelah
dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid III, Raja Persia itu melarikan diri. Pasukan
Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukan Ahwaz pada tahun 22 H. Tahun
641 M/22 H seluruh wilayah Persia di kuasai. Isfahan juga ditaklukkan, demikian
pula Jurjan/Georgia dan Tabristan. Azerbaijan tidak luput dari kepungan pasukan
muslim. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar daripada tentara
Islam, yaitu 6 dibandingkan 1 dapat dikalahkan sehingga menyebabkan mereka
menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut sukses ini dengan “kemenangan
dari segala kemenangan” (Fathhul Futhuk).
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang
sangat pesat, bersamaan dengan keberhasilan ekspansi di atas. Khalifah Umar
telah berhasil telah membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal
untuk melayani tuntutan masyarakat baru yang harus berkembang. Umar mendirikan
beberapa dewan, membangun Baitul Mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan
tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para
hakimm dan menyelenggarakan “hisbah”.
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis
dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan yang sempurna.
Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Kekhalifahan
bagi Umar tidak memberikan hak istimewa tertentu. Tiada istana atau pakaian
kebesaran, baik untuk Umar sendiri maupun bawahannya sehingga tidak ada
perbedaan antara penguasa dan rakyat, dan mereka setiap waktu dapat dihubungi
oleh rakyat. Kehidupan khalifah memang merupakan penjelmaan yang hidup dari
prinsip-prinsip egaliter dan demokratis yang harus dimiliki oleh seorang kepala
negara.
Khalifah Umar dikenal bukan saja pandai menciptakan
peraturan-peraturan baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksaaan
yang telah ada jika itu diperlukanndemi tercapainya ke maslahatan umat Islam.
Misalnya mengenai kepemilikan tanah-tanah yang diperoleh dari suatu peperangan
(ghanimah). Khalifah Umar membiarkan tanah di garap oleh pemiliknya sendiri di
negeri yang ia telah ia taklukkan dan melarang kaum muslimin memilikinya karena
mereka menerima tunjangan dari Baitul Mal atau gaji bagi prajurit yang masih
aktif. Sebagai gantinya, atas tanah dikenakan pajak (Al-Kharaj).
Begitu pula Umar meninjau kembali bagian-bagian zakat yang
diperuntukan kepada ‘orang yang dijinakkan hatinya’ (Al-Muallafat qulubuhum)
mengenai syarat-syarat pemberiannya. Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun 6
bulan 4 hari. Kematiannya sangat tragis, seorang budak bangsa Persia bernama
Fairuz atau Abu Lu’lu’ah secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman tikaman
pisau tajam kearah khalifah yang akan mendirikan Shalat Subuh yang telah
ditunggu oleh jamaahnya di Masjid Nabawi di pagibuta itu. Khalifah terluka
parah dari pembaringannya ia mengangkat “Syura” (komisi pemilih) yang akan
memilih penerus tongkat ke khalifahannya. Khalifah Umar wafat 3 hari setelah
peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharram 23 H /644
DAFTAR
PUSTAKA
Amir Nuruddin, Ijtihad
Umar Ibn Al-Khaththa, Jakarta:Rajawali Press, 1991
Dedi Supriyadi.Sejarah
Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Setia. 2008
Mahbub Junaidi, Seratus
Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta: Pustaka Jaya, 1986
Samsul Munir Amin.Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta : Amzah. 2015
[1]Dedi Supriyadi,Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, cet.10, 2008), h. 77-78.
[2]Ibid., h. 78
[3]Amir Nuruddin, Ijtihad Umar Ibn Al-Khaththa,
(Jakarta:Rajawali Press, 1991), h. 136
[4]Michael H. Hart. The 100 a Ranking of the Most Influence ?
Persons in History.Terjemahan Mahbub Junaidi, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Jakarta :
Pustaka Jaya, 1986, h.266
0 komentar:
Posting Komentar