Minggu, 30 Oktober 2016

Materi Pendidikan Islam


MATERI PENDIDIKAN KEISLAMAN



A.  Pendidikan Akidah
Pendidikan akidah adalah proses pembinaan dan pemantapan kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi akidah yang kuat dan benar. Proses tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pengajaran,bimbingan, dan latihan. Dalam penerapannya, pendidik dapat menggunakan berbagai metode yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Sehubungan dengan ini terdapat hadis-hadis berikut.

Umar bin Al-Khatab meriwayatkan, pada suatu hari ketika kami berdua Rasulullah saw tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya tanda-tanda dalam perjalanan, dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia duduk di dekat Nabi Muhammad Saw lalu menyandarkan kedua lutut nya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas paha beliau lantas berkata,’Islam adalah pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat membayarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji bagi orang yang sanggup.’Lelaki itu berkata engkau benar.”Umar meneruskan, “Kami tercengang melihatnya, ia bertanya dan ia pula yang membenarkannya. Selanjutnya laki-laki itu berkata, ‘Engkau benar.’ Selanjutnya, ia berkata lagi, beritahukan kepadaku tentang ihsan.’ Beliau menjawab, ‘ihsan adalah engkau menyembah allah seakan-akan engkau melihatnya. Jika engkau tidak dapat melihatnya, maka rasakan bahwa dia melihatmu.’’’(HR.Al-Bukhari, Muslim,Abu Daud, dan An-Nasa’i)

   Hadist ini diriwayatkan oleh beberapa orang mukharrij, yaitu Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi dalam kitabnya masing-masing walaupun secara redaksional terdapat perbedaan antara riwayat-riwayat tersebut, namun kasus yang disampaikannya sama. Hadits ini muncul setelah malaikat Jibril bertanya kepada Nabi saw,. tentang iman, islam, ihsan, dan hari kiamat. Ketika itu, beliau sedang berada di tengah-tengah sahabat. Untuk menjawabnya, beliau mengucapkan hadits di atas.
Dari hadits di atas dapat diambil beberapa pelajaran penting mengenai pendidikan , yaitu sebagai berikut :
1.      Dalam hadits di atas ditanyakan bahwa Jibril datang mengajarkan agama kepada sahabat Nabi. Dalam proses ini, Jibril berfungsi sebagai guru, Nabi sebagai narasumber, dan para sahabat sebagai peserta didik.
2.      Dalam proses pembelajaran, Jibril sebagai guru menggunakan metode tanya jawab. Metode ini efektif untuk menarik minat dan memusatkan perhatian para peserta didik.
3.      Materi pengajaran agama Islam dalam hadits tersebut meliputi aspek-aspek pokok dalam ajaran Islam, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dari ketiganya, aspek yang didahulukan adalah akidah. Ajaran Islam diajarkan secara integral, tidak secara parsial.[1]
  Islam menempatkan pendidikan akidah pada posisi yang paling mendasar, yakni terposisikan sebagai rukun yang pertama dalam rukun Islam yang lima, sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara orang Islam dan non-Islam. Lamanya waktu dakwah Rasulullah dalam rangka mengajak umat agar bersedia menauhidkan Allah menunjukkan betapa penting dan mendasarnya pendidikan akidah Islamiyah bagi setiap umat muslim pada umumnya. Terlebih pada kehidupan anak, dasar-dasar akidah harus terus menerus ditanamkan agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar.

B.  Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah yang dimaksud disini adalah proses pengajaran, pelatihan, dan bimbingan dalam pengamalan ibadah khusus. Dalam hadist di atas terdapat pelajaran bahwa materi pendidikan ibadah meliputi shalat, puasa, zakat dn haji. Para guru dan orang tua hendaknya menjelaskan kepada anak-anak dengan penjelasan yang sederhana tentang pentingnya berbagai bentuk ibadah, lengkap dengan rukun-rukunnya, seperti shalat, zakat, dan haji. Hendaknya menggunakan tema pembahasan secara berurutan. Misalnya, dalam suatu kesempatan membicarakan tentang satu tema yang berkaitan dengan shalat saja atau tema yang berkaitan dengan puasa saja, dn seterusnya. Berusaha sedapat mungkin agar anak-anak dapat menyadari pentingnya melaksanakan berbagai bentuk ibadah dalam kehidupan mereka.

C.  Pendidikan Akhlak
Kata akhlak (akhlaq) adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Kata khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Al-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[2] Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlak karimah).
Sehubungan dengan pendidikan akhlak ini Rasulullah saw,. telah mengemukakannya dalam banyak hadits, diantaranya sebagai berikut.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمْ يَكُنِ النَّبِيُ صلى الله عليه وسلّم فَا حِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَكَانَ يَقُولُ اِنَّ مِنْ جِيَارِكُم أَحْسَنَكُمْ أَخْلاَقًا

Abdullah bin Amru ra. berkata, “Nabi saw., bukan orang yang keji dan tidak bersikap keji.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits ini memuat informasi bahwa beliau memiliki sifat yang baik dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada orang yang berakhlak mulia.
Supaya para sahabat dan umatnya memiliki akhlak yang mulia, beliau memberikan motivasi. Diantaranya seperti yang disebutkan dalam hadits berikut.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ سُـئِلَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَــنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللهِ وَحُسْـنُ الْخُـلُقِ. وَسُـئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., ditanya tentang penyebab utama yang dapat memasukkan (seseorang) ke dalam surga. Beliau menjawab, “bertakwa kepada Allah dan berakhlak mulia.” Beliau ditanya pula tentang penyebab utama yang dapat membawa orang ke neraka. Beliau menjawab, “mulut dan kemaluan”.(HR. At-Tirmidzi)
Dalam kedua hadits di atas terlihat bahwa Rasulullah sangat menginginkan umatnya berakhlak mulia. Untuk mencapai keinginan tersebut, beliau menggunakan motivasi, targhib dan tarhib. Allah mengutus Rasulullah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Beberapa akhlak yang dicontohkan Nabi saw,. diantaranya adalah menyenangi kelembutan, kasih sayang, tidak kikir, tidak berkeluh kesah, tidak hasud, menahan diri, manahan marah, mengendalikan emosi, dan mencintai saudaranya. Akhlak yang demikian perlu diajarkan dan dicontohkan orang tua kepada anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Al-Ghazali, Ibnu Sina, dan John Dewey memiliki kesamaan pandangannya. Mereka berpendapat bahwa pembiasaan, perbuatan (praktik), dan ketekutan dalam berbuat mempunyai pengaruh besar bagi pembentukan akhlak.[4] Jika ia mengulang-ulanginya maka berkesanlah pengaruhnya terhadap perilaku juga menjadi kebiasaan moral dan wataknya.

D.  Pendidikan Hati
Pendidikan hati merupakan bagian dari pembinaan rohani yang ditekankan pada upaya pengembangan potensi jiwa manusia agar senantiasa dekat dengan Allah SWT., cenderung pada kebaikan dan menghindar dari kejahatan. Sehubungan dengan ini terdapat hadits, antara lain sebagai berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِ كُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَـكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan hartamu, tetapi Dia melihat hati dan pekerjaanmu.” (HR.Ibnu Hibban)
Dalam hadis ini, Rasulullah saw,. menegaskan bahwa Allah lebih menghargai hati yang bersih dan amal shaleh daripada bentuk tubuh yang cantik, gagah, dan harta yang banyak.Dalam hadits lain, beliau menegaskan betapa pentingnya fungsi hati dalam kehidupan seseorang. Hadis itu adalah sebagai berikut.

E.  Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani, mental, sosial, serta emosional bagi masyarakat dengan wahana aktivitas jasmani.[5] Diantara tujuan pendidikan jasmani adalah menjaga dan memelihara kesehatan badan termasuk organ-organ pernapasan, peredaran darah, dan pencernaan; melatih otot-otot dan urat saraf; serta melatih kecekatan dan ketangkasan.[6]
1.    Memanah

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قَوَّتٍ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ

Uqbah bin Amir berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw., bersabda ketika beliau sedang berada di atas mimbar, “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw,. mempunyai perhatian yang serius terhadap olahraga ini. Memanah pada dasarnya adalah menggunakan senjata. Senjata dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Karena pada saat ini senjata sudah beraneka ragam, maka anjuran memanah itu dapat pula berarti anjuran menggunakan senjata yang modern.
2.    Berkuda
Sehubungan dengan olahraga berkuda, ditemukan riwayat dari Rasulullah saw., diantaranya sebagai berikut.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرِ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم ارْمُوا وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا اَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا وَإِنَّ كُلَّ شَيْءٍ يَلْهُو بِهِ الرَّجُلُ بَاطِلٌ إِلَّا رَمْيَةُ الرَّجُلِ بِقَوْسِهِ وَتَأْدِيبَهُ فَرَسَهُ وَمُلَا عَبَتَهُ امْرَأَتَهُ
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhani bahwa Rasulullah saw., bersabda, “memanahlah dan kendarailah olehmu (kuda) namun memanah lebih aku sukai daripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi permainan seseorang adalah batil, kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik dan melatih kudanya, dan bersenang-senang dengan istrinya.”(HR. Ibnu Majah)
Berkuda dan memanah termasuk olahraga yang disukai oleh Rasulullah saw. Kemampuan berkuda dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan termasuk berdagang dan berperang. Dalam konteks zaman sekarang, anjuran mengendrai kuda dapat pula diterjemahkan sebagai anjuran penggunaan teknologi transportasi.
3.    Menjaga Pola Makan
Pola makanan seseorang akan berpengaruh kepada kesehatan jasmaninya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A’raf (7): 31 dan didukung oleh hadis Rasulullah berikut ini.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم الْمُؤمِنُ يَأْكُلُ فِى مِعًى وَاحِدٍ وَاْلكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءُ
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus.” (HR.Al-Bukhari)
Perbedaan usus dalam matan hadis ini menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan dalam menghadapi nikmat Allah, termasuk tatkala makan. Orang beriman memandang makan bukan sebagai tujuan hidup, sedangkan orang kafir menempatkan makan sebagai bagian dari tujuan hidupnya. Oleh karena itu, orang yang beriman semestinya tidak banyak menuntut dalam kelezatan makan.[7]
4.    Menjaga Kebersihan
Kebersihan sangat berpengaruh kepada kesehatan dan keadaan jasmani seseorang. Wujud perhatian Rasulullah saw,. dapat dilihat dalam hadis berikut.
عَنْ أَبِي مَالِكِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم الطُّهُورُ شَطْرُ الْلإِيمَانِ
Abu Malik Al-Asy’ari bercerita bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Kebersihan itu sebagian dari Iman.” (HR. Muslim)

Rasulullah saw,. menyenangi keteraturan, kebersihan, pemandangan yang indah dan baik. Beliau membenci ketidakteraturan, kekotoran, pemandangan yang buruk dan bau busuk. Wudhu sebelum shalat merupakan salah satu wujud dari kebersihan dan ibadah. Begitu pula dengan mandi,  Islam mengajak pada kebersihan tubuh, hati, pakaian, rumah dan jalan.[8]

F.   Pendidikan Sosial
Pendididkan sosial adalah proses pembinaan sosial, sikap sosial dan keterampilan sosial agar anak hidup dengan baik serta wajar di tengah-tengah lingkungan masyarakat.[9]
1.    Orang Beriman Harus Bersatu
عَنْ أَبِي مُوسَى عَنِ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضًا وَشَبِّكَ أَصَابِعَهُ
Dari Abu Musa, Nabi saw., bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin bagi mukmin yang lain laksana satu bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” Beliau pun memasukkan jari-jari tangannya satu sama lain.(HR. Al-Bukhari)
Dalam hadis ini, Rasulullah memberikan motivasi dalam hal persatuan antara sesama orang beriman dengan metode perumpamaan.
2.    Orang Beriman Harus Saling Mencintai
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِاَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Dari Anas, Nabi saw,. bersabda, “Tidak beriman salah seorang kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Al-Bukari)
Dalam hadis ini Rasulullah saw, menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang belum diperoleh apabila ia tidak mencintai saudaranya. Itu berarti bahwa beliau memberikan motivasi yang sangat besar kepada umatnya agar memiliki rasa dan perilaku sosial yang baik.
3.    Orang Beriman Harus Saling Membantu
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda, “Siapa yang melapangkan seorang mukmin dari kesulitan dunia, Allah akan melapangkannya dari satu kesulitan hari kiamat. Siapa yang memudahkan dari satu kesulitan, Allah akan memudahkannya dari kesulitan dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah akan menutup aib nya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hambanya itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Dalam hadis ini ada empat informasi, yaitu (a) Allah akan melapangkan hamba-Nya yang melapangkan orang lain, (b) Allah akan memudahkan urusan hamba-Nya apabila ia memudahkan urusan orang lain, (c) Allah akan menutup aib seorang hamba yang menutup aib saudaranya, dan (d) Allah akan menolong setiap hamba yang menolong saudaranya. Semua urusan ini adalah urusan sosial.


G. Pendidikan Intelek/Akal
Pendidikan akal adalah proses meningkatkan kemampuan intelektualdalam bidang ilmu alam, teknologi, sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah, dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh-Nya.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم تَفَكَّرُوْا فِي آلآءِ اللهِ وَلَا تَتَفَكَّرُوْا فِي اللهِ
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah saw., bersabda, ‘Berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah SWT. dan jangan kamu memikirkan Dzat-Nya. (HR.Ath-Thabrani)
Dalam hadis ini, rasulullah saw mendorong umat nya agar berfikir sebebas-bebasnya, asal di daersh ciptaan allah swt,alam semesta,akan tetapi, karena keterbatasan akal, dia melarang memikirkan Dzat-Nya, karena akan menimbulkan kesalahan dan kerusakan.
Dalam proses pembelajaran yang mengacu kepada pencerahan akal, beliau sering melakukan dialog dengan para sahabat. Dalam hadist ini, Rasulullah saw menggunakan metode tanya jawab(dialog) untuk merangsang fikiran para sahabat.  Akan berbeda apabila beliau langsung menjelaskan materi yang diinginkan nya tanpa diawali dengan pertanyaan. Metode tanya jawab ini memang sangat banyak keuntungan nya bagi peserta didik dalam mengembangkan pemikirannya.

H.  Pendidikan Seks
Dorongan seksual yang telah diciptakan oleh allah dalam diri manusia menjadi sebab kelangsungan seluruh makhluk hidup, termasuk umat manusia. Lalu apa saja pilar-pilar dan kaidah-kaidah yang digariskan Rasulullah di dalam membina dorongan seksual anak? Antara lain memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan, posisi tidur miring ke kanan, tidak menelungkup, membiasakan anak menunduk pandangan, dan memelihara aurat. Sehubungan dengan ini ditemukan beberapa hadis, diantaranya sebagai berikut.
1.    Memisahkan Tempat Tidur Anak Laki-Laki dan Perempuan
عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم مُرُوا أَوْلَادُكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُو هُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فَي الْمَضَاخِعِ
Dari Abdullah, Rasulullah saw,. berkata “Suruhlah anakmu mendirikan sholat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika ia berumur sepuluh tahun. (Pada saat itu), pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR.Abu Dawud)
Hal yang berhubungan dengan subtema ini adalah pada saat itu (umur 10 tahun), pisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan. Karena, saat itu naluri anak mulai tumbuh. Jangan sampai dua anak itu dalam satu selimut. Jika keduanya tidur masing-masing di atas ranjang yang sama dengan selimut yang berbeda, tidak mengapa. Namun apabila keduanya saling dijauhkan, maka itu lebih baik dan lebih utama. Tidur di satu ranjang dan di bawah satu selimut dapat menyebabkan naluri seksual anak akan tumbuh dengan cepat sehingga akan menimbulkan berbagai indikasi penyimpangan seksual.[10]
2.    Posisi Tidur Miring ke Sisi Kanan, Tidak Menelungkup
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقَّكَ اْلأَيْمَنِ
Dari al-Barra’ bin Azib, ia berkata, “Rasulullah saw., berkata kepadaku apabila engkau mendatangi tempat tidurmu (akan tidur), maka berwudhulah seperti wudhu untuk shalat kemudian tidurlah dengan miring ke sisi kanan.” (HR.Al-Bukhari)
Nabi menganggap tidur menelungkup sebagai tidurnya setan. Jika kedua orangtua mendapati anaknya tidur dalam kondisi seperti itu, maka mereka harus segera mengubahnya serta menyuruhnya agar tidur miring pada sisi kanan dan jangan sampai tidur menelungkup. Di samping itu, tidur telengkup juga dapat menimbulkan banyak penyakit jasmani.[11]
3.    Membiasakan Anak Menundukkan Pandangan dan Memelihara Aurat
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ الْفَضْلُ بْنِ عَنَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ اِلَيْهِ فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ اِلَى الشِّقِّ اْلآخَرِ
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “adalah Al-Fadhl bin Abbas membonceng Nabi saw., lalu datanglah seorang wanita dari Khats’am yang meminta fatwa kepada beliau. Al-Fadhl kemudian memandang perempuan itu dan ia pun memandangnya. Lalu Rasulullah saw., memalingkan wajah Al-Fadhl ke sisi yang lain. (HR.Abu Dawud)
Dalam hadis ini Rasulullah saw., memalingkan wajah remaja al-Fadhl bin Abbas yang sedang saling melihat dengan seorang wanita. Beliau melakukan hal itu karena khawatir akan dipengaruhi oleh setan dan menimbulkan nafsu syahwat.
            Berdasarkan ayat dan hadis di atas, sebaiknya orang tua dan guru selalu mengingatkan kepada putra putri dan siswa siswi mereka agar senantiasa menjaga pandangan mata terhadap aurat lawan jenis yang bukan mahram. Perlu sekali diingatkan agar mereka senantiasa menutup aurat agar orang lain tidak terpancing untuk melihat yang tidak halal.






[1]Bukhari Umar, Hadis Tarbawi: Pendidikan dalam Perspektif Hadis,(Jakarta: AMZAH,2012), cet. ke-1, hal.40 
[2]Al-Ghazali,Ihya’ Ulum ad-Din, juz III, (Kairo)
[3]Irwan Prayitno, Anakku Penyejuk Hatiku, (Bekasi: Tarbiyatuna, 2004), cet.2, hal.493
[4]Ali Al-Jumbulati,Perbandingan Pendidikan Islam, judul asli Dirasah Muqaranah fi At-Tarbiyah Al-Islamiyyah, diterjemahkan M.Arifin, (Jakarta: Rineka Cipta,1994), cet.ke-1, hal.158
[5]Sukintaka, Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan Teori Pendidikan Jasmani,(Bandung:Nuansa,2004), hal.16
[6]M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya,2009), cet.19, hal.188
[7]M.Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Konstektual: Telaah Ma’ani Al-Hadis tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), cet.1, hal.21
[8]Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, ‘Azhama Ar-Rasul Shalla Allah ‘Alaihi wa Sallam, (kairo: Dar al-Qalam,1966), hal.317
[9]Bukhari Umar, Op.Cit, hal.55-56
[10]Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi saw., Panduan Lengkap Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, judul asli Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyyah li at-Thifl, diterjemahkan Salafuddin Abu Sayyid, (Solo: Pustaka Arafah, 2004), cet. ke-2, hal.378
[11]Ibid., hal. 379

0 komentar:

Posting Komentar

 
Islam Crescent Moon