Konsep Islam Tentang Faktor-Faktor Dalam
Pendidikan
A.
Konsepsi
Islam Tentang Pendidikan
Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan
pendidik sangat penting artinya dalam proses pendidikan, karena dia yang
bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Tetapi di samping
itu orang-orang yang berilmu tidak boleh menyembunyikan atau menyimpan
ilmu-ilmu yang dimilikinya itu untuk dirinya sendiri, melainkan memberikan dan
menolong orang lain yang tidak berilmu sehingga menjadi berilmu (pandai).[1]
Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap
orang-orang yang berilmu itu terbukti di dalam Al-Quran Surat Al-Mujadalah : 11
yang artinya :
“....Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
At-Turmudzi dari Abu Umamah bahwa Rasulullah bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya Allah Maha Suci, malaikat-Nya,
penghuni-penghuni langit-Nya, termasuk semut dalam lubang-lubang dan termasuk
ikan dalam laut akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar
manusia kepada kebaikan.”
Demikian halnya di dalam Al-Quran surat Ali
Imran : 187 disebutkan tentang keutamaan tugas mengajar itu sebagai berikut :
“Dan
(ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia,
dan jangan kamu menyembunyikannya," ....”
Tetapi orang-orang yang berilmu yang tidak
mengajarkan atau menyampaikan ilmunya kepada orang lain akan mendapat ancaman
yang paling berat sebagaimana dilukiskan dalam hadits Nabi yang artinya :
“Barang siapa yang diajari sesuatu ilmu lalu
dia menyembunyikannya, maka Allah mengekangnya pada hari kiamat dengan kekangan
api neraka.”
Pendidik menurut Islam bukanlah sekedar
pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan, yang memiliki karakteristik
baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu
pendidik muslim mestilah aktif dalam 2 arah. Secara eksternal dengan jalan
mengarahkan/membimbing peserta didik, secara internal dengan jalan
merealisasikan karakteristik akhlak mulia.[2]
Untuk menjadi pendidik yang dapat mempengaruhi anak
didik kearah kebahagian dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan artinya
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu :
1.
Takwa kepada Allah
2.
Berilmu
3.
Sehat jasmani
4.
Bertanggung jawab dan berjiwa nasional
5.
Berkelakuan baik, diantara kelakuan akhlak pendidik
yang baik tersebut adalah :
a. Mencintai jabatannya
sebagai pendidik
b. Bersikap adil terhadap
semua anak didiknya
c. Berlaku sabar dan
tenang
d. Pendidik harus
berwibawa, gembira, bersifat manusiawi
e. Bekerjasama dengan
pendidik yang lainnya dan juga masyarakat[3]
Selain mendidik
pendidik/guru mempunyai 4 empat tugas, yaitu ;
1.
Mengajarkan ilmu pengetahuan agama isalm
2.
Menanamkan Keilmuan dalam jiwa anak.
3.
Mendidik anak agar taat menjalankan agama.
4.
mendidik anak agar berbudi pekerti baik[4]
Analisis :
Dari uraian tersebut di atas dapat saya simpulkan
bahwa pendidik dalam pendidikan Islam mempunyai suatu tugas yang mulia,
sehingga di dalam Al-Qur’an seorang pendidik atau yang berilmu mempunyai
derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu serta
bukan pendidik. Pendidik sebagai fasilitator/mediator yang bertugas
menfasilitasi atau membantu anak didiknya selama proses pembelajaran
berlangsung dan mampu menciptaan suasana menyenangkan serta adanya kesadaran
emosional yang tidak dalam keadaan tertekan akan mengaktifkan potensi otak dan
menimbulkan daya berpikir yang kreatif pada peserta didik. Dan betapa beratnya
tugas pendidik dalam pandangan Islam ditinjau dari persyaratan yang harus
dipenuhi oleh pendidik karena itu semua mempunyai pengaruh terhadap anak didik.
Karena Guru itu adalah diguguh dan ditiru.
B.
Konsepsi
Islam Tentang Anak
Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan
secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai dengan
perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan.[5]
Dan peserta didik sebagai objek sasaran dalam pendidikan memegang peranan yang
sangat strategis. Artinya bahwa siswa dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator mempengaruhi pembentukan sekolah yang berkualitas. Hal ini tentunya
dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya latar belakang peserta didik,
kemampuan peserta didik, prinsip hidup, dan sebagainya.
Anak didik di dalam mencari nilai-nilai hidup,
harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam,
saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam
sekitarnya akan memberikan corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan
agama anak didik.[6]
Demikian
pula dalam Al-Quran surat Ar-Rum : 30, yang berbunyi artinya :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Dari ayat tersebut jelaslah pada dasarnya anak
itu telah membawa fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada para
pendidiknya dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak
dalam pertumbuhannya. Dasar-dasar pendidikan agama harus sudah ditanamkan sejak
anak didik itu masih usia muda, karena kalau tidak demikian halnya kemungkinan
mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan
pada masa dewasa.[7]
Karena itu Al-Quran telah mengkonkretkan
bagaimana Luqman sebagai orang tua telah menanamkan pendidikan agama kepada
anaknya seperti disebutkan dalam surat Luqman : 13, yang artinya:
“Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".”
Pedidikan Islam yang ditanamkan pada masa
dewasa atau masa pubertas, yaitu masa pertumbuhan mengalami perubahan-perubahan
besar terhadap fisik dan psikisnya, masa gelisah yang penuh pertentangan lahir
batin, masa cita-cita yang beraneka coraknya, masa romantik, pembentukan
kepribadian dan mencari pandangan dan tujuan hidup di dunia dan di akhirat
kemungkinan akan mengalami kesulitan total. Bagi kehidupan beragama adalah
lebih penting lagi, karena menurut ahli psikologi, juga ahli agama, pemuda pada
saat itu mengalami kesangsian, keragu-raguan. Mereka mencari kepercayaan,
bahkan kepercayaan yang telah tertanamkan mengalami kegoncangan.
Jika keadaan dan kondisi batin dalam masa
pubertas ini tidak mendapatkan bimbingan dan petunjuk yang sesuai dengan akal
mereka, dan kalau alam sekitar mereka menunjukkan pula kegoncangan keyakinan
atau kepalsuan amal ibadah, benarlah kemungkinan mereka tidak mendapatkan apa
yang dicarinya (kebenaran dan keluhuran Allah, keyakinan dan ketaatan)[8]. Dengan
fitrahnya, manusia sudah terdapat potensi beragama dan ini memerlukan
pembinaan, pengarahan, pengembangan, dan seterusnya dengan cara pengenalan
agama kepadanya.[9]
Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam
dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan yang sesuai dengan
perkembangan anak didik, seperti disebutkan dalam hadits Nabi SAW., yang
artinya :
“Berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan
tingkat perkembangan akalnya.” (Al-Hadits)
Analisis :
Kesimpulannya anak dalam pendidikan sebagai
objek sasaran pendidikan, bukan hanya itu anak juga peran menjadi subjek pelaku
pendidikan yang mampu mengembangkan potensi/bakat yang diberikan oleh pendidik.
Anak terlahir dengan fitrahnya, sedangkan lingkungannya memberikan corak warna yang
bisa membuat anak tersebut jatuh kepada keburukan atau kebaikan. Terutama pada
masa pubertas/remaja dimana anak tersebut sedang mengalami gejala jiwa dan masa
pertumbuhan yang rawan. Pendidikanlah yang dapat menjadi penolong untuk
bimbingan anak tersebut menuju arah kedewasaan.
C.
Konsepsi
Islam Tentang Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor
pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit
pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud disini ialah
lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang memengaruhi pendidikan anak.[10]
Untuk melaksanakan pendidikan Islam di dalam
lingkungan ini perlu kiranya diperhatikan faktor-faktor yang ada didalamnya
sebagai berikut :
1.
Perbedaan lingkungan keagamaan
Yang dimaksud dengan lingkungan ini adalah
lingkungan alam sekitar dimana anak didik berada, yang mempunyai pengaruh
terhadap perasaan dan sikapnya akan keyakinan atau agamanya. Lingkungan ini besar
sekali peranannya terhadap keberhasilan atau tidaknya pendidikan agama, karena
lingkungan ini memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap
perkembangan anak didik. Yang dimaksud dengan pengaruh positif ialah pengaruh
lingkungan yang memberi dorongan atau motifasi sserta rangsangan terhadap anak
didik untuk berbuat atau melakukan segala sesuatu yang baik, sedangkan pengaruh
yang negatif ialah sebaliknya, yang berarti tidak memberi dorongan terhadap
anak didik untuk menuju kearah yang baik.
Dengan faktor lingkungan yang demikian itu
yakni yang menyangkut pendidikan agama perlu anak didik diberi pengertian dan
dasar-dasar keimanan. Karena Allah telah menciptakan manusia dan seluruh isi
alam ini dengan berbagai ragam, mulai dari keyakinan, keagamaan, jenis suku
bangsa dan sebagainya.
Hal yang demikian ini sebagaimana difirmankan
Allah dalam Al-Quran surat Al-Hujurat : 13 yang artinya
:
“Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Berdasarkan ayat tersebut, dengan
bermacam-macam ciptaan Allah, maka Allah masih membedakan ciptaan-Nya itu yang
paling mulia diantara mereka adalah bertakwa, bukan lainnya. Memang ketakwaan
akan membawa seseorang atau suatu bangsa ke tingkat yang lebih mulia. Oleh karena
itu perlu dibina dan dipelihara kemurnian ajaran agama yang sudah melekat
didalam hati anak didik.[11]
Adapun lingkungan yang dapat memberi pengaruh
terhadap anak didik ini, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, ialah :
a.
Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
b.
Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi
agama tetapi tanpa keinsafan batin, lingkungan yang demikian menghasilkan
anak-anak beragama yang secara tradisional tanpa kritik.
c.
Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan
sadar dan hidup dalam lingkungan agama.
Dengan saran lingkungan inilah secara gradual
tumbuh kokoh dalam jiwanya cara tertentu yang mesti ia jalani berupa sopan
santun, pergaulan, percakapan, perbuatan beserta aturannya, tugasnya, dan
sebagainya. Lingkungan akan mengokohkan jiwanya, bagaimana cara bergaul dengan lainnya,
bagaimana berbincang-bincang, dengannya dan bagaimana cara mempraktekkan
ilmunya sampai sukses.[12]
2.
Latar belakang pengenalan anak tentang
keagamaan
Disamping
pengaruh perbadaan lingkungan anak dari kehidupan agama, maka timbul suatu
masalah yang ingin diketahui anak tentang seluk beluk agama, seperti anak
menanyakan tentang siapa Tuhan itu, dimana letak surga dan neraka itu, siapa
yang membuat alam ini dan sebagainya.
Masalah-masalah tersebut perlu mendapat perhatian
sepenuhnya daripada pendidikan (orang tua dan guru agama). Untuk memecahkan
masalah ini perlu mengadakan pendekatan terhadap anak didik untuk memberi
penjelasan dan membawanya agar anak didik menyadari dan melaksanakan apa yang diperintahkan
dan dilarang agama, serta mengerjakan hal-hal yang baik dan beramal saleh. Oleh
karena itu para pendidik baik orang tua, guru dan orang-orang dewasa harus
dapat membawa anak didik kearah kehidupan keagamaan sesuai dengan ajaran agama
(Islam).
Inilah
salah satu tugas bagi seorang pendidik ialah : menyiapkan anak agar dapat
mencapai tujuan hidupnya yang utama, yaitu menyiapkan diri untuk masa yang akan
datang. [13]
Analisis
:
Kesimpulannya lingkungan tidak kalah penting
dalam pengaruhnya terhadap anak/peserta didik. Apalagi dengan perbedaan agama
di lingkungan masyarakat mempunyai pengaruh terhadap perasaan dan sikap akan
keyakinan atau agamanya. Oleh karena itu, pengenalan agama pada anak harus
ditumbuhkan sejak dini, terutama di lingkungan keluarga yang memegang peranan
penting untuk perkembangan si anak yang telah membawa potensi keagamaan yang
harus mendapat bimbingan oleh orang tuanya sebagai pendidikan yang pertama dan
utama dalam pelaksanaan pendidikan terhadap anak didik.
D.
Konsepsi
Islam Tentang Lembaga Pendidikan
Berbicara tentang lembaga pendidikan, maka akan
menyangkut masalah siapa yang
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di dalam lembaga itu. Pada
garis besarnya, lembaga-lembaga pendidikan itu dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu :
1.
Keluarga
Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan
bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya. Didalam keluarga
inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang
masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari
pendidiknya (orang tuanya dan anggota yang lain)[14].
Dalam ajaran Islam telah dinyatakan oleh Nabi
Muhammad SAW., dalam sabdanya :
“Tidaklah
anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk
percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut
beragama Yahudi, Nasrani, Majusi.” (H.R.Muslim)
Berdasarkan hadits tersebut, jelaslah bahwa
orang tua memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian anak didik. Anak
dilahirkan dalam keadaan suci, adalah menjadi tanggung jawab orang tua untuk
mendidiknya[15].
Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu
dipengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian
tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan
diguanakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di
sekolah.[16]
Dalam hal ini pula Allah telah berfirman dalam
surat At-Tahrim : 6 yang artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka........”
Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk
mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat Allah yang diberikan kepada
kedua orang tua yang kelak akan diminta pertanggung jawaban atas pendidikan
anak-anaknya.
Dalam hadits yang lain disebutkan :
“Ajarilah
anak-anakmu berenang, dan memanah.” (H.R.Zailani)
Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa kewajiban
orang tua untuk mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan pendidikan
umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan. Hal ini dimaksudkan agar kelak
anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.[17]
Seperti disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
: 201, yang berbunyi artinya :
“Dan di antara
mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".
Ada beberapa metode yang patut digunakan dalam
menumbuhkan kepribadian anak, antara lain:
a.
Pendidikan melalui pembiasaan
b.
Pendidkan dalam keteladanan
c.
Pendidikan melalui nasehat dan dialog
d.
Pendidikan melalui pemberian penghargaan atau
hukuman[18]
2.
Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting
sesudah keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan
tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah ini. Sekolah memberikan
pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak
ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam
keluarga. Pengajaran budi pekerti dan keagamaan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak-tidaknya jangan
bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga. [19]
Peranan sekolah tidak hanya sekedar
mengembangkan pengajaran membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga berperan
untuk mempersiapkan individu terhadap sesuatu yang dibutuhkan masyarakat dimana
ia hidup, dan kehidupan sempurna yang harus dikerjakan oleh pihak sekolah agar
sampai pada tujuan tersebut ; serta mengarahkannya pada perbuatan yang baik
baginya agar ia berjalan sampai tujuan dengan sukses.[20]
Sebagai Agent
of Change, sekolah diharapkan bisa mengadakan pembaruan (reformasi) dan
perubahan kearah perbaikan (rekonstruksi), baik berjangka panjang maupun
pendek, sosial maupun individual[21].
Sebagian dari tujuan sekolah adalah merealisasikan prinsip umum dan pemikiran
mulia, yaitu mendidik tiap anak dengan pendidikan yang sejati sehingga
menjadikan sebagai anggota yang bermanfaat bagi masyarakat dengan cara
memberinya petunjuk secara sistematis dan pengajaran yang kontinue.[22]
3.
Masyarakat
Lembaga
pendidikan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga
dan sekolah. Pendidikan ini telah di mulai sejak anak-anak untuk beberapa jam
sehari lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar sekolah. Corak ragam
pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu
meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan, pembentukan pengettahuan,
sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Pendidikan dalam
pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan secara tidak langsung,
pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik
sendiri secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan
dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan dan keyakinan sendiri akan
nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.[23]
Mahmud Ahmad Al-Sayyid menyatakan bahwa
individu adalah bagian dari masyarakat, tidak exist dengan sendirinya. Individu
hidup dalam masyarakat, untuk masyarakat, dan dengan masyarakat, sebagaimana
masyarakat tidak exist kecuali dengan adanya komponen individu. Masyarakat itu
ibarat tubuh, agar tubuh tersebut hidup, harus menumbuhkan seluruh anggotanya
dan menunaikan tugasnya secara tepat dan teratur.[24]
Menurut Abd. Rachman Assegaf, antara individu
dengan masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain. Apabila individu
(terdiri dari pendidik dan peserta didik atau lainnya) dengan masyarkat
(terdiri dari sekolah sebagai miniatur dan masyarakat sekitar) saling bekerja
sama (kooperatif), menjalankan hak dan kewajiban serta bersikap demokratis,
maka masyarakat itu menjadi bagian dari sistem pendidikan yang baik dalam
membentuk kepribadian individu yang baik. Sebaliknya apabila antara komponen
tersebut tidak terintegrasi dalam upaya kooperatif, tidak menjalankan hak dan
kewajiban, serta tidak bersikap demokratis, misalnya lingkungan masyarakat yang
kotor, kumuh, kurang memperhatikan aspek moral atau agamis, maka masyarakat itu
menjadi bagian sistem pendidikan yang tidak mendukung kepribadian individu yang
baik.[25]
Lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
masyarakat ikut langsung melaksanakan pendidikan tersebut. Di dalam masyarakat
terhadap beberapa lembaga atau perkumpulan atau organisasi seperti : organisasi
pemuda (KNPI, Karang Taruna), organisasi kesenian (sanggar tari, perkumpulan
musik), pramuka, olahraga, keagamaan dan sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut
membantu pendidikan dalam usaha membentuk pendidikan seperti : membentuk sikap,
kesusilaan, dan menambah ilmu pengetahuan di luar sekolah dan keluarga.
Oleh karena itu bagi anak-anak didik Islam,
sudah sewajarnya mereka masuk lembaga-lembaga pendidikan masyarakat yang
berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dimengerti, karena dengan organisasi
yang berdasarkan Islam itu anak-anak didik akan mendapat pendidikan yang sesuai
dengan ajaran Islam. Memang dalam beberapa hal dibenarkan merekan masuk
organisasi-organisasi yang bukan berdasarkan Islam umpama : kesenian, olahraga,
hanya saja yang demikian itu harus dijaga dan dipelihara pengaruh-pengaruh yang
bersifat negatif yaitu menjauhkan diri dari nilai-nilai ajaran Islam.[26]
Analisis :
Jadi
dapat disimpulakan bahwa lembaga pendidikan itu bukan hanya sekolah (formal)
saja tetapi termasuk juga keluarga (informal), dan masyarakat (non-formal. Yang
ketiganya sangan berperan penting untuk pendidikan. Di dalam keluarga yang
berperan adalah orang tua yang bertanggung jawab memelihara dan membesarkan,
memberi pendidikan yang berguna, tanggung jawab sosial, serta memberi motivasi.
Dalam sekolah yang berperan adalah guru, dan yang harus dicapai yaitu kualitas
pribadi anak, memberi wawasan yang luas, memberikan nilai dan norma, serta
integrasi pendidikan agama dengan pendidikan lain. Dan dalam masyarakat yang
berperan adalah semua orang yang bisa memberikan pengaruh yang baik terhadap
anak tersebut, misalnya dalam majlis ta’lim yang berperan adalah ustadz/ustadzah.
E.
Konsepsi
Islam Tentang Alat Pendidikan
Yang dimaksud dengan alat pendidikan disini
adalah segala sesuatu atau hal-hal yang bisa menunjang kelancaran dari proses
pelaksanaan pendidikan. Alat pendidikan ini beupa segala tingkah laku perbuatan
(teladan), anjuran atau perintah, larangan, dan hukuman.
a.
Tingkah laku perbuatan atau teladan
Segala tingkah laku perbuatan dan cara-cara
berbicara akan mudah ditiru atau diikuti oleh anak didik. Oleh karena itu
sebagai pendidikan dalam hal ini harus memberikan contoh yang baik agar anak
didiknya dengan mudah meniru apa yang dilkukan oleh pendidiknya. Hal yang
demikian ini dapat kita melihat dorongan meniru pada anak-anak.
Tingkah laku perbuatan Rasulullah SAW.
merupakan suatu contoh yang baik, sebagaimana Allah berfirman dalam surat
Al-Ahzab : 21 yang berbunyi artinya :
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.”
Nabi Muhammad SAW., sendiri telah memberikan
contoh melaksanakan sembahyang sebagaimana dalam sebuah haditsnya :
“Sembahyanglah
kamu seperti sembahyang yang saya kerjakan ini.” (Al-Hadits)
Dengan contah tingkah laku perbuatan tersebut, timbulkan
gejala identifikasi yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Hal ini
sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak didik. Ini merupakan suatu
proses yang ditempuh anak didik dalam mengenal nilai-nilai kehidupan. Mula-mula
nilai-nilai kehidupan itu diserap anak didik tidak terasa, kemudian hari ini
dapat dimilikinya seperti ia mengikuti cara sembahyang yang dilakukan oleh orang-orang
yang melakukannya. Dengan cara yang demikian itu, akhirnya anak dapat
mengerjakan sembahyang sendiri dengan kesadaran.
b.
Anjuran atau perintah
Apabila dalam contoh perbuatan berupa tingkah
laku tersebut anak didik dapat memperhatikan dan melihat apa yang dilakukan
oleh orang lain (pendidik), maka dalam anjuran atau perintah ini anak didik
dapat mendengar apa yang harus dilakukan.
Di dalam Al-Quran banyak kita jumpai anjuran
(perintah) untuk mengerjakan suatu perbuatan, diantaranya :
Firman
Allah dalam surat Al-Maidah : 2, yang artinya :
“......Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.....”
Firman
Allah dalam surat Al-Imran : 103, yang artinya:
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai......”
Dengan memperhatikan ayat-ayat dan hadits
tersebut diatas, anak didik akan memperhatikan apa yang dilakukan.
c.
Larangan
Larangan adalah suatu usaha yang tegas
menghentikan perbuatan-perbuatan yang ternyata salah dan merugikan yang bersangkutan.
Larangan ini merupakan suatu keharusan untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Misalnya larangan mempersekutukan Allah, berlaku sombong dan sebagainya.
Firman
Allah dalam surat An-Nisa : 29 yang artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu....”
Firman
Allah dalam Q.S Al-Isra : 37 yang artinya :
“Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong.....”
Di dalam
hadits, Nabi bersabda artinya :
“Tidak
masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahmi.” (Al-Hadits)
Demikianlah antara lain beberapa larangan yang
kita jumpai di dalam Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
d.
Hukuman
Setelah larangan yang diberikan ternyata masih
adanya pelanggaran yang dilakukan tibalah waktunya memberikan hukuman. Ini
umumnya membawa hal-hal yang tidak menyenangkan, yang biasanya tidak
diinginkan. Hukuman ini agar yang bersankutan tidak mengulang perbuatan yang
terlarang itu.
Sehubungan dengan hukuman ini kita jumpai
dengan beberapa firman Allah dalam Al-Quran danAl-hadits. Diantaranya :
Firman
Allah dalam Q.S. Al-Mukmin : 60, yang artinya :
“......Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina
dina".”
Disamping
itu Allah berfirman dalam Q.S Al-Imran : 85 yang artinya :
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.”
Selain
firman Allah tersebut di atas, Nabi bersabda :
“Barang
siapa yang menahan anggurnya sewaktu panen hingga dia menjualnya kepada orang
yang menjadikannya khamar, maka dia menceburkan diri ke dalam neraka.” (H.R.
At-Tabrani dari Abdullah bin Buraidah).
Dengan memperhatikan ayat-ayat dan hadits Nabi
tersebut di atas, jelaslah bahwa setiap larangan yang dilanggar akan mendapat
balasan hukuman sebagai hadiahnya.[27]
Analisis
:
Kesimpulannya adalah yang termasuk alat pendidikan ternyata mempunyai pengertian yang luas. Yang ada didalamnya berupa alat sarana atau benda seperti: kelas, perlengkapan belajar dan sejenisnya. Sedangkan yang
merupakan alat bukan benda melainkan dapat berupa situasi
pergaulan, bimbingan, perintah, ganjaran, teguran, anjuran, serta hukuman. Alat pendidikan yang bersifat
non materi memiliki sifat yang abstrak dan hanya dapat diwujudkan melalui
perbuatan dan tingkah laku seorang pendidik terhadap anak didiknya. Diantara media dan sumber belajar yang termasuk kedalam katagori ini adalah :
keteladanan, perintah, tingkah laku, ganjaran dan
hukuman.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abd.Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif, Rajawali Pers, Jakarta, 2011
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, Cet.20, 2013
Al-Sayyid ,Mahmud Ahmad, Mu’jizat al-Islam al-Tarbawiyah, kuwait, Dar al-Buhus
al-Ilmiyah,1978
Fuaduddin TM, pengasuhan anak dalam keluarga muslim, lembaga kajian agama & jender, solidaritas perempuan,
The Asia Fondation, jakarta, 1999
Mudyo Ekosusilo, Dasar-dasar pendidikan, Affhar, Semarang, 1990
Z.AG.S, Methodik Khusus Pendidkan agama, Cetakan Ke VIII,Malang, 1983
Zakiah
Daradja, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, PT.Bumi Aksara, Jakarta, Cet.11, 2014
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. ke.6, 2012
[1] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara,
Jakarta, Cet.6, 2012, hlm.167.
[2] Abd.Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam : Paradigma Baru
Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Rajawali Pers,
Jakarta, 2011, hlm. 112
[4] Z.AG.S, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Cetakan Ke VIII,Malang,
1983, hlm. 35
[5] Zuhairini, dkk, Op.Cit.,
hlm. 170
[6] Ibid.
[7] Ibid., hlm.171
[8] Ibid., hlm.172
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Rajawali Pers,
Jakarta, Cet.20, 2013, hlm.22-23
[10] Zuhairini, dkk, Op.Cit., 173
[11] Ibid., hlm.174
[12] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan, hlm.111
[13] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm. 175-176
[14]Ibid., hlm.177
[15] Ibid.
[16]Mudyo Ekosusilo, Dasar-dasar
pendidikan, Affhar, Semarang, 1990, hlm 73
[17] Zuhairini, dkk, Op.Cit., hlm. 178
[18] Fuaduddin TM, pengasuhan
anak dalam keluarga muslim, lembaga kajian
agama & jender, solidaritas perempuan, The Asia Fondation, jakarta,
1999, h lm.30-37
[19] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm. 179
[20] Al-Abrasyi, Ruhu Al-Tarbiyah Wa Al-Ta’lim, hlm.
90-91
[21]Abd. Rachman Assegaf, Op.Cit., hlm.115-116
[22] Al-Abrasyi, Op.Cit., hlm.90
[23] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm.180
[24] Mahmud Ahmad Al-Sayyid , Mu’jizat al-Islam al-Tarbawiyah, kuwait,
Dar al-Buhus al-Ilmiyah,1978, hlm.146
[25] Abd. Rachman Assegaf, Op.Cit., hlm.118
[26] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm.180-181
[27] Ibid., hlm. 181-184
0 komentar:
Posting Komentar