Rabu, 18 Mei 2016

Konsep Islam Tentang Faktor-Faktor Pendidikan


            

Konsep Islam Tentang Faktor-Faktor Dalam Pendidikan



A.    Konsepsi Islam Tentang Pendidikan

Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat penting artinya dalam proses pendidikan, karena dia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Tetapi di samping itu orang-orang yang berilmu tidak boleh menyembunyikan atau menyimpan ilmu-ilmu yang dimilikinya itu untuk dirinya sendiri, melainkan memberikan dan menolong orang lain yang tidak berilmu sehingga menjadi berilmu (pandai).[1]
Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang berilmu itu terbukti di dalam Al-Quran Surat Al-Mujadalah : 11 yang artinya :

 “....Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Di dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh At-Turmudzi dari Abu Umamah bahwa Rasulullah bersabda yang artinya :

Sesungguhnya Allah Maha Suci, malaikat-Nya, penghuni-penghuni langit-Nya, termasuk semut dalam lubang-lubang dan termasuk ikan dalam laut akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan.”

Demikian halnya di dalam Al-Quran surat Ali Imran : 187 disebutkan tentang keutamaan tugas mengajar itu sebagai berikut :

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," ....”

Tetapi orang-orang yang berilmu yang tidak mengajarkan atau menyampaikan ilmunya kepada orang lain akan mendapat ancaman yang paling berat sebagaimana dilukiskan dalam hadits Nabi yang artinya :

Barang siapa yang diajari sesuatu ilmu lalu dia menyembunyikannya, maka Allah mengekangnya pada hari kiamat dengan kekangan api neraka.”

Pendidik menurut Islam bukanlah sekedar pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan, yang memiliki karakteristik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri pembimbing. Dengan begitu pendidik muslim mestilah aktif dalam 2 arah. Secara eksternal dengan jalan mengarahkan/membimbing peserta didik, secara internal dengan jalan merealisasikan karakteristik akhlak mulia.[2]
Untuk menjadi pendidik yang dapat mempengaruhi anak didik kearah kebahagian dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan artinya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu :
                              1.            Takwa kepada Allah
                              2.            Berilmu
                              3.            Sehat jasmani
                              4.            Bertanggung jawab dan berjiwa nasional
                              5.            Berkelakuan baik, diantara kelakuan akhlak pendidik yang baik tersebut adalah :
a.    Mencintai jabatannya sebagai pendidik
b.   Bersikap adil terhadap semua anak didiknya
c.    Berlaku sabar dan tenang
d.   Pendidik harus berwibawa, gembira, bersifat manusiawi
e.    Bekerjasama dengan pendidik yang lainnya dan juga masyarakat[3]


Selain mendidik pendidik/guru mempunyai 4 empat tugas, yaitu ;
1.             Mengajarkan ilmu pengetahuan agama isalm
2.             Menanamkan Keilmuan dalam jiwa anak.
3.             Mendidik anak agar taat menjalankan agama.
4.             mendidik anak agar berbudi pekerti baik[4]

Analisis :
Dari uraian tersebut di atas dapat saya simpulkan bahwa pendidik dalam pendidikan Islam mempunyai suatu tugas yang mulia, sehingga di dalam Al-Qur’an seorang pendidik atau yang berilmu mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu serta bukan pendidik. Pendidik sebagai fasilitator/mediator yang bertugas menfasilitasi atau membantu anak didiknya selama proses pembelajaran berlangsung dan mampu menciptaan suasana menyenangkan serta adanya kesadaran emosional yang tidak dalam keadaan tertekan akan mengaktifkan potensi otak dan menimbulkan daya berpikir yang kreatif pada peserta didik. Dan betapa beratnya tugas pendidik dalam pandangan Islam ditinjau dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh pendidik karena itu semua mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Karena Guru itu adalah diguguh dan ditiru.

B.     Konsepsi Islam Tentang Anak

Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai dengan perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan.[5] Dan peserta didik sebagai objek sasaran dalam pendidikan memegang peranan yang sangat strategis. Artinya bahwa siswa dapat dijadikan sebagai salah satu indikator mempengaruhi pembentukan sekolah yang berkualitas. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya latar belakang peserta didik, kemampuan peserta didik, prinsip hidup, dan sebagainya.
Anak didik di dalam mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberikan corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama anak didik.[6]
Demikian pula dalam Al-Quran surat Ar-Rum : 30, yang berbunyi artinya :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Dari ayat tersebut jelaslah pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada para pendidiknya dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya. Dasar-dasar pendidikan agama harus sudah ditanamkan sejak anak didik itu masih usia muda, karena kalau tidak demikian halnya kemungkinan mengalami kesulitan kelak untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diberikan pada masa dewasa.[7]
Karena itu Al-Quran telah mengkonkretkan bagaimana Luqman sebagai orang tua telah menanamkan pendidikan agama kepada anaknya seperti disebutkan dalam surat Luqman : 13, yang artinya:

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".”

Pedidikan Islam yang ditanamkan pada masa dewasa atau masa pubertas, yaitu masa pertumbuhan mengalami perubahan-perubahan besar terhadap fisik dan psikisnya, masa gelisah yang penuh pertentangan lahir batin, masa cita-cita yang beraneka coraknya, masa romantik, pembentukan kepribadian dan mencari pandangan dan tujuan hidup di dunia dan di akhirat kemungkinan akan mengalami kesulitan total. Bagi kehidupan beragama adalah lebih penting lagi, karena menurut ahli psikologi, juga ahli agama, pemuda pada saat itu mengalami kesangsian, keragu-raguan. Mereka mencari kepercayaan, bahkan kepercayaan yang telah tertanamkan mengalami kegoncangan.
Jika keadaan dan kondisi batin dalam masa pubertas ini tidak mendapatkan bimbingan dan petunjuk yang sesuai dengan akal mereka, dan kalau alam sekitar mereka menunjukkan pula kegoncangan keyakinan atau kepalsuan amal ibadah, benarlah kemungkinan mereka tidak mendapatkan apa yang dicarinya (kebenaran dan keluhuran Allah, keyakinan dan ketaatan)[8]. Dengan fitrahnya, manusia sudah terdapat potensi beragama dan ini memerlukan pembinaan, pengarahan, pengembangan, dan seterusnya dengan cara pengenalan agama kepadanya.[9]
Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan sebaik-baiknya haruslah menempuh jalan yang sesuai dengan perkembangan anak didik, seperti disebutkan dalam hadits Nabi SAW., yang artinya :

Berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan tingkat perkembangan akalnya.” (Al-Hadits)

Analisis :
Kesimpulannya anak dalam pendidikan sebagai objek sasaran pendidikan, bukan hanya itu anak juga peran menjadi subjek pelaku pendidikan yang mampu mengembangkan potensi/bakat yang diberikan oleh pendidik. Anak terlahir dengan fitrahnya, sedangkan lingkungannya memberikan corak warna yang bisa membuat anak tersebut jatuh kepada keburukan atau kebaikan. Terutama pada masa pubertas/remaja dimana anak tersebut sedang mengalami gejala jiwa dan masa pertumbuhan yang rawan. Pendidikanlah yang dapat menjadi penolong untuk bimbingan anak tersebut menuju arah kedewasaan.

C.    Konsepsi Islam Tentang Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud disini ialah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang memengaruhi pendidikan anak.[10]
Untuk melaksanakan pendidikan Islam di dalam lingkungan ini perlu kiranya diperhatikan faktor-faktor yang ada didalamnya sebagai berikut :
                              1.            Perbedaan lingkungan keagamaan
Yang dimaksud dengan lingkungan ini adalah lingkungan alam sekitar dimana anak didik berada, yang mempunyai pengaruh terhadap perasaan dan sikapnya akan keyakinan atau agamanya. Lingkungan ini besar sekali peranannya terhadap keberhasilan atau tidaknya pendidikan agama, karena lingkungan ini memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap perkembangan anak didik. Yang dimaksud dengan pengaruh positif ialah pengaruh lingkungan yang memberi dorongan atau motifasi sserta rangsangan terhadap anak didik untuk berbuat atau melakukan segala sesuatu yang baik, sedangkan pengaruh yang negatif ialah sebaliknya, yang berarti tidak memberi dorongan terhadap anak didik untuk menuju kearah yang baik.
Dengan faktor lingkungan yang demikian itu yakni yang menyangkut pendidikan agama perlu anak didik diberi pengertian dan dasar-dasar keimanan. Karena Allah telah menciptakan manusia dan seluruh isi alam ini dengan berbagai ragam, mulai dari keyakinan, keagamaan, jenis suku bangsa dan sebagainya.
Hal yang demikian ini sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Quran surat Al-Hujurat : 13 yang  artinya :

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Berdasarkan ayat tersebut, dengan bermacam-macam ciptaan Allah, maka Allah masih membedakan ciptaan-Nya itu yang paling mulia diantara mereka adalah bertakwa, bukan lainnya. Memang ketakwaan akan membawa seseorang atau suatu bangsa ke tingkat yang lebih mulia. Oleh karena itu perlu dibina dan dipelihara kemurnian ajaran agama yang sudah melekat didalam hati anak didik.[11]
Adapun lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak didik ini, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, ialah :
a.       Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
b.      Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsafan batin, lingkungan yang demikian menghasilkan anak-anak beragama yang secara tradisional tanpa kritik.
c.       Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.

Dengan saran lingkungan inilah secara gradual tumbuh kokoh dalam jiwanya cara tertentu yang mesti ia jalani berupa sopan santun, pergaulan, percakapan, perbuatan beserta aturannya, tugasnya, dan sebagainya. Lingkungan akan mengokohkan jiwanya, bagaimana cara bergaul dengan lainnya, bagaimana berbincang-bincang, dengannya dan bagaimana cara mempraktekkan ilmunya sampai sukses.[12]

                              2.            Latar belakang pengenalan anak tentang keagamaan
Disamping pengaruh perbadaan lingkungan anak dari kehidupan agama, maka timbul suatu masalah yang ingin diketahui anak tentang seluk beluk agama, seperti anak menanyakan tentang siapa Tuhan itu, dimana letak surga dan neraka itu, siapa yang membuat alam ini dan sebagainya.
 Masalah-masalah tersebut perlu mendapat perhatian sepenuhnya daripada pendidikan (orang tua dan guru agama). Untuk memecahkan masalah ini perlu mengadakan pendekatan terhadap anak didik untuk memberi penjelasan dan membawanya agar anak didik menyadari dan melaksanakan apa yang diperintahkan dan dilarang agama, serta mengerjakan hal-hal yang baik dan beramal saleh. Oleh karena itu para pendidik baik orang tua, guru dan orang-orang dewasa harus dapat membawa anak didik kearah kehidupan keagamaan sesuai dengan ajaran agama (Islam).
Inilah salah satu tugas bagi seorang pendidik ialah : menyiapkan anak agar dapat mencapai tujuan hidupnya yang utama, yaitu menyiapkan diri untuk masa yang akan datang. [13]

Analisis :
Kesimpulannya lingkungan tidak kalah penting dalam pengaruhnya terhadap anak/peserta didik. Apalagi dengan perbedaan agama di lingkungan masyarakat mempunyai pengaruh terhadap perasaan dan sikap akan keyakinan atau agamanya. Oleh karena itu, pengenalan agama pada anak harus ditumbuhkan sejak dini, terutama di lingkungan keluarga yang memegang peranan penting untuk perkembangan si anak yang telah membawa potensi keagamaan yang harus mendapat bimbingan oleh orang tuanya sebagai pendidikan yang pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan terhadap anak didik.

D.    Konsepsi Islam Tentang Lembaga Pendidikan

Berbicara tentang lembaga pendidikan, maka akan menyangkut masalah siapa        yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan di dalam lembaga itu. Pada garis besarnya, lembaga-lembaga pendidikan itu dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
                              1.            Keluarga
Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya. Didalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orang tuanya dan anggota yang lain)[14].
Dalam ajaran Islam telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW., dalam sabdanya :

 Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, Majusi.” (H.R.Muslim)

Berdasarkan hadits tersebut, jelaslah bahwa orang tua memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian anak didik. Anak dilahirkan dalam keadaan suci, adalah menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya[15]. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu dipengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan diguanakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah.[16]
Dalam hal ini pula Allah telah berfirman dalam surat At-Tahrim : 6 yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka........”

Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat Allah yang diberikan kepada kedua orang tua yang kelak akan diminta pertanggung jawaban atas pendidikan anak-anaknya.
Dalam hadits yang lain disebutkan :

“Ajarilah anak-anakmu berenang, dan memanah.” (H.R.Zailani)

Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan pendidikan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan. Hal ini dimaksudkan agar kelak anak-anak itu akan dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.[17]
Seperti disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah : 201, yang berbunyi  artinya :

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".


Ada beberapa metode yang patut digunakan dalam menumbuhkan kepribadian anak, antara lain:
a.    Pendidikan melalui pembiasaan
b.   Pendidkan dalam keteladanan
c.    Pendidikan melalui nasehat dan dialog
d.   Pendidikan melalui pemberian penghargaan atau hukuman[18]

                                2.          Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah ini. Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga. Pengajaran budi pekerti dan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga. [19]
Peranan sekolah tidak hanya sekedar mengembangkan pengajaran membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga berperan untuk mempersiapkan individu terhadap sesuatu yang dibutuhkan masyarakat dimana ia hidup, dan kehidupan sempurna yang harus dikerjakan oleh pihak sekolah agar sampai pada tujuan tersebut ; serta mengarahkannya pada perbuatan yang baik baginya agar ia berjalan sampai tujuan dengan sukses.[20]
Sebagai Agent of Change, sekolah diharapkan bisa mengadakan pembaruan (reformasi) dan perubahan kearah perbaikan (rekonstruksi), baik berjangka panjang maupun pendek, sosial maupun individual[21]. Sebagian dari tujuan sekolah adalah merealisasikan prinsip umum dan pemikiran mulia, yaitu mendidik tiap anak dengan pendidikan yang sejati sehingga menjadikan sebagai anggota yang bermanfaat bagi masyarakat dengan cara memberinya petunjuk secara sistematis dan pengajaran yang kontinue.[22]

                              3.            Masyarakat
 Lembaga pendidikan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah di mulai sejak anak-anak untuk beberapa jam sehari lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar sekolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan, pembentukan pengettahuan, sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri, mempertebal keimanan dan keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan di dalam masyarakat.[23]
Mahmud Ahmad Al-Sayyid menyatakan bahwa individu adalah bagian dari masyarakat, tidak exist dengan sendirinya. Individu hidup dalam masyarakat, untuk masyarakat, dan dengan masyarakat, sebagaimana masyarakat tidak exist kecuali dengan adanya komponen individu. Masyarakat itu ibarat tubuh, agar tubuh tersebut hidup, harus menumbuhkan seluruh anggotanya dan menunaikan tugasnya secara tepat dan teratur.[24]
Menurut Abd. Rachman Assegaf, antara individu dengan masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain. Apabila individu (terdiri dari pendidik dan peserta didik atau lainnya) dengan masyarkat (terdiri dari sekolah sebagai miniatur dan masyarakat sekitar) saling bekerja sama (kooperatif), menjalankan hak dan kewajiban serta bersikap demokratis, maka masyarakat itu menjadi bagian dari sistem pendidikan yang baik dalam membentuk kepribadian individu yang baik. Sebaliknya apabila antara komponen tersebut tidak terintegrasi dalam upaya kooperatif, tidak menjalankan hak dan kewajiban, serta tidak bersikap demokratis, misalnya lingkungan masyarakat yang kotor, kumuh, kurang memperhatikan aspek moral atau agamis, maka masyarakat itu menjadi bagian sistem pendidikan yang tidak mendukung kepribadian individu yang baik.[25]
Lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat ikut langsung melaksanakan pendidikan tersebut. Di dalam masyarakat terhadap beberapa lembaga atau perkumpulan atau organisasi seperti : organisasi pemuda (KNPI, Karang Taruna), organisasi kesenian (sanggar tari, perkumpulan musik), pramuka, olahraga, keagamaan dan sebagainya. Lembaga-lembaga tersebut membantu pendidikan dalam usaha membentuk pendidikan seperti : membentuk sikap, kesusilaan, dan menambah ilmu pengetahuan di luar sekolah dan keluarga.
Oleh karena itu bagi anak-anak didik Islam, sudah sewajarnya mereka masuk lembaga-lembaga pendidikan masyarakat yang berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dimengerti, karena dengan organisasi yang berdasarkan Islam itu anak-anak didik akan mendapat pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam. Memang dalam beberapa hal dibenarkan merekan masuk organisasi-organisasi yang bukan berdasarkan Islam umpama : kesenian, olahraga, hanya saja yang demikian itu harus dijaga dan dipelihara pengaruh-pengaruh yang bersifat negatif yaitu menjauhkan diri dari nilai-nilai ajaran Islam.[26]

Analisis :
Jadi dapat disimpulakan bahwa lembaga pendidikan itu bukan hanya sekolah (formal) saja tetapi termasuk juga keluarga (informal), dan masyarakat (non-formal. Yang ketiganya sangan berperan penting untuk pendidikan. Di dalam keluarga yang berperan adalah orang tua yang bertanggung jawab memelihara dan membesarkan, memberi pendidikan yang berguna, tanggung jawab sosial, serta memberi motivasi. Dalam sekolah yang berperan adalah guru, dan yang harus dicapai yaitu kualitas pribadi anak, memberi wawasan yang luas, memberikan nilai dan norma, serta integrasi pendidikan agama dengan pendidikan lain. Dan dalam masyarakat yang berperan adalah semua orang yang bisa memberikan pengaruh yang baik terhadap anak tersebut, misalnya dalam majlis ta’lim yang berperan adalah ustadz/ustadzah.

E.     Konsepsi Islam Tentang Alat Pendidikan

Yang dimaksud dengan alat pendidikan disini adalah segala sesuatu atau hal-hal yang bisa menunjang kelancaran dari proses pelaksanaan pendidikan. Alat pendidikan ini beupa segala tingkah laku perbuatan (teladan), anjuran atau perintah, larangan, dan hukuman.
a.       Tingkah laku perbuatan atau teladan
Segala tingkah laku perbuatan dan cara-cara berbicara akan mudah ditiru atau diikuti oleh anak didik. Oleh karena itu sebagai pendidikan dalam hal ini harus memberikan contoh yang baik agar anak didiknya dengan mudah meniru apa yang dilkukan oleh pendidiknya. Hal yang demikian ini dapat kita melihat dorongan meniru pada anak-anak.
Tingkah laku perbuatan Rasulullah SAW. merupakan suatu contoh yang baik, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab : 21 yang berbunyi artinya :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”

Nabi Muhammad SAW., sendiri telah memberikan contoh melaksanakan sembahyang sebagaimana dalam sebuah haditsnya :

“Sembahyanglah kamu seperti sembahyang yang saya kerjakan ini.” (Al-Hadits)

Dengan contah tingkah laku perbuatan tersebut, timbulkan gejala identifikasi yaitu penyamaan diri dengan orang yang ditiru. Hal ini sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak didik. Ini merupakan suatu proses yang ditempuh anak didik dalam mengenal nilai-nilai kehidupan. Mula-mula nilai-nilai kehidupan itu diserap anak didik tidak terasa, kemudian hari ini dapat dimilikinya seperti ia mengikuti cara sembahyang yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukannya. Dengan cara yang demikian itu, akhirnya anak dapat mengerjakan sembahyang sendiri dengan kesadaran.

b.      Anjuran atau perintah
Apabila dalam contoh perbuatan berupa tingkah laku tersebut anak didik dapat memperhatikan dan melihat apa yang dilakukan oleh orang lain (pendidik), maka dalam anjuran atau perintah ini anak didik dapat mendengar apa yang harus dilakukan.
Di dalam Al-Quran banyak kita jumpai anjuran (perintah) untuk mengerjakan suatu perbuatan, diantaranya :
Firman Allah dalam surat Al-Maidah : 2, yang artinya :

“......Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.....”

Firman Allah dalam surat Al-Imran : 103, yang artinya:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai......”

Dengan memperhatikan ayat-ayat dan hadits tersebut diatas, anak didik akan memperhatikan apa yang dilakukan.

c.       Larangan
Larangan adalah suatu usaha yang tegas menghentikan perbuatan-perbuatan yang ternyata salah dan merugikan yang bersangkutan. Larangan ini merupakan suatu keharusan untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya larangan mempersekutukan Allah, berlaku sombong dan sebagainya.
Firman Allah dalam surat An-Nisa : 29 yang artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu....”

Firman Allah dalam Q.S Al-Isra : 37 yang artinya :

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong.....”

Di dalam hadits, Nabi bersabda artinya :

Tidak masuk surga orang yang memutuskan hubungan silaturahmi.” (Al-Hadits)

Demikianlah antara lain beberapa larangan yang kita jumpai di dalam Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW.

d.      Hukuman
Setelah larangan yang diberikan ternyata masih adanya pelanggaran yang dilakukan tibalah waktunya memberikan hukuman. Ini umumnya membawa hal-hal yang tidak menyenangkan, yang biasanya tidak diinginkan. Hukuman ini agar yang bersankutan tidak mengulang perbuatan yang terlarang itu.
Sehubungan dengan hukuman ini kita jumpai dengan beberapa firman Allah dalam Al-Quran danAl-hadits. Diantaranya :
Firman Allah dalam Q.S. Al-Mukmin : 60, yang artinya :

“......Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku  akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina".”

Disamping itu Allah berfirman dalam Q.S Al-Imran : 85 yang artinya :

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.”

Selain firman Allah tersebut di atas, Nabi bersabda :

“Barang siapa yang menahan anggurnya sewaktu panen hingga dia menjualnya kepada orang yang menjadikannya khamar, maka dia menceburkan diri ke dalam neraka.” (H.R. At-Tabrani dari Abdullah bin Buraidah).

Dengan memperhatikan ayat-ayat dan hadits Nabi tersebut di atas, jelaslah bahwa setiap larangan yang dilanggar akan mendapat balasan hukuman sebagai hadiahnya.[27]

Analisis :
Kesimpulannya adalah yang termasuk alat pendidikan ternyata mempunyai pengertian yang luas. Yang ada didalamnya berupa alat sarana atau benda seperti: kelas, perlengkapan belajar dan sejenisnya. Sedangkan yang merupakan alat bukan benda melainkan dapat berupa situasi pergaulan, bimbingan, perintah, ganjaran, teguran, anjuran, serta hukuman. Alat pendidikan yang bersifat non materi memiliki sifat yang abstrak dan hanya dapat diwujudkan melalui perbuatan dan tingkah laku seorang pendidik terhadap anak didiknya. Diantara media dan sumber belajar yang termasuk kedalam katagori ini adalah : keteladanan, perintah, tingkah laku, ganjaran dan hukuman.


DAFTAR KEPUSTAKAAN


Abd.Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Rajawali Pers, Jakarta, 2011
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, Cet.20, 2013
Al-Sayyid ,Mahmud Ahmad, Mu’jizat al-Islam al-Tarbawiyah, kuwait, Dar al-Buhus al-Ilmiyah,1978
Fuaduddin TM, pengasuhan anak dalam keluarga muslim, lembaga kajian  agama & jender, solidaritas perempuan, The Asia Fondation, jakarta, 1999
Mudyo Ekosusilo, Dasar-dasar pendidikan, Affhar, Semarang, 1990
Z.AG.S, Methodik Khusus Pendidkan agama, Cetakan Ke VIII,Malang, 1983
Zakiah Daradja, dkk,  Ilmu Pendidikan Islam, PT.Bumi Aksara, Jakarta, Cet.11,  2014
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. ke.6, 2012
















[1] Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, Cet.6, 2012, hlm.167.
[2] Abd.Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam : Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 112
[3] Zakiah Daradja, dkk,  Ilmu Pendidikan Islam, PT.Bumi Aksara, Jakarta, Cet.11,  2014,  hlm. 40-44
[4] Z.AG.S, Methodik Khusus Pendidikan Agama, Cetakan Ke VIII,Malang, 1983,  hlm. 35
[5] Zuhairini, dkk, Op.Cit.,  hlm. 170
[6] Ibid.
[7] Ibid., hlm.171
[8] Ibid., hlm.172
[9] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, Cet.20, 2013, hlm.22-23
[10] Zuhairini, dkk, Op.Cit., 173
[11] Ibid., hlm.174
[12] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan, hlm.111
[13] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm. 175-176
[14]Ibid., hlm.177
[15] Ibid.
[16]Mudyo Ekosusilo, Dasar-dasar pendidikan, Affhar, Semarang, 1990,  hlm 73
[17] Zuhairini, dkk, Op.Cit., hlm. 178
[18] Fuaduddin TM, pengasuhan anak dalam keluarga muslim, lembaga kajian  agama & jender, solidaritas perempuan, The Asia Fondation, jakarta, 1999, h lm.30-37
[19] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm. 179
[20] Al-Abrasyi, Ruhu Al-Tarbiyah Wa Al-Ta’lim, hlm. 90-91
[21]Abd. Rachman Assegaf, Op.Cit., hlm.115-116
[22] Al-Abrasyi, Op.Cit., hlm.90
[23] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm.180
[24] Mahmud Ahmad Al-Sayyid , Mu’jizat al-Islam al-Tarbawiyah, kuwait, Dar al-Buhus al-Ilmiyah,1978, hlm.146
[25] Abd. Rachman Assegaf, Op.Cit., hlm.118
[26] Zuhairini,dkk, Op.Cit., hlm.180-181
[27] Ibid., hlm. 181-184


0 komentar:

Posting Komentar

 
Islam Crescent Moon