Senin, 16 Mei 2016

Resume BAB I Buku Managemen Pendidikan Karakter





بسم الله الرحمن الرحيم



MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER
Karangan : Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M.Pd.

A. Hakikat Pendidikan Karakter
          Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena pendidikan karakter itu menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan sehingga peserta didik memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi serta kepedulian untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat kepada orang lain dan nilai-nilai karakter mulia lainnya. Dengan demikian istilah karakter berkaitan erat dengan kepribadian seseorang. Seseorang bisa disebut berkarakter jika perilakunya sesuai dengan etika atau kaidah moral.
            Dari uraian di atas Megawangi pencetus pendidikan karakter Indonesia telah menyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik di sekolah maupun di luar sekolah yaitu sebagai berikut:
1. Cinta Allah dan kebenaran
2. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri
3. Amanah
4. Hormat dan santun
5. Kasih sayang, peduli dan kerjasama
6. Percaya diri, kreatif dan pantang menyerah
7. Adil dan berjiwa kepemimpinan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleran dan cinta damai
            Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya sudah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekan pada aspek keimanan, ibadah dan muamalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh merupakan model karakter seorang muslim bahkan di personifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW. yang memiliki sifat Shiddiq, Fathonah, Amanah, Tabligh.

B. Pendidikan Karakter Bangsa
            Di Indonesia, pendidikan karakter bangsa sebenarnya sudah berlangsung lama, jauh sebelum Indonesia merdeka. Ki Hajar Dewantra sebagai Pahlawan Pendidikan Nasional memiliki pandangan tentang pendidikan sebagai asas Taman Siswa 1922, dengan 7 prinsip sebagai berikut :
1. Hak seseorang untuk mengatur diri sendiri dengan tujuan tertibnya persatun dalam kehidupan umum.
2. Pengajaran berarti mendidik anak agar merdeka batinnya, pikirannya, dan tenaganya.
3. Pendidikan harus selaras dengan kehidupan.
4. Kultur sendiri yang selaras dengan kodrat harus dapat memberi kedamaian hidup.
5. Harus bekerja menurut kekuatan sendiri.
6. Perlu hidup dengan diri sendiri.
7. Dengan tidak terikat, lahir batin dipersiapkan untuk memberikan pelayanan kepada peserta didik.
            Pada 1946, Taman Siswa memiliki Panca Darma, yaitu kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Oleh karena itu Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai proses pembudayaaan kodrat alam setiap individu dengan kemampuan untuk mempertahankan hidup yang tertuju pada tercapainya kemerdekaan lahir batin sehingga memperoleh keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan lahir batin.
            Di Sumatera Barat , lembaga pendidikan kayutanam (INS kayutanam) dibangun oleh seorang guru yang berpandangan maju dan memiliki hubungan Pergerakan Nasional, yakni Muhammad Syafei (1897-1969). Syafei menolak model pendidikan barat yang hanya menekankan aspek kognitif. Syafei menginginkan peserta didiknya menjadi seseorang yang ideal yakni tertanam cinta kebenaran dalam hatinya, dalam pengetahuan intelektualnya dan dalam perilakunya sehari-hari.

C. Tujuan Pendidikan Karakter
            Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu, proses dan hasil pendidikan yang mengarah kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, padu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan mengintalisasikan dan mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

D. Implementasi Pendidikan Karakter
            Pada umumnya, pendidikan karakter menekankan pada keteladanan penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif. Dengan demikian, apa yang dilihat, didengar, dirasakan , dan dikerjakan oleh peserta didik dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadikan keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif juga sangat penting.
            Berbagai metode tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter peserta didik. Pemberian tugas disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya, sehingga peserta didik akan mengerjakan berbagai tugas dengan kesadaran dan pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi.

E. Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter
            Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui dari perwujudan indikator Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam pribadi peserta ddik secara utuh.
Keberhasilan pendidikan tersebut : misalnya dapat dilihat dari rumusan SKL. sebagai contoh SKL SMP/MTs adalah sebagai berikut:
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri
3. Menunjukkan sikap percaya diri
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
            Selain itu indikator keberhasilan program pendidikan karakter di sekolah dapat diketahui dari perilaku sehari-hari, yaitu sebagai berikut :
1. Kesadaran
2. Kejujuran
3. Keikhlasan
4. Kesederhanaan
5. Kemandirian
6. Kepedulian
7. Kebebasan dalam bertindak
8. Kecermatan atau ketelitian
9. Komitmen
            Apa yang diungkapkan di atas harus menjadi milik warga sekolah untuk  kepentingan tersebut guru, kepala sekolah dan pengawas serta staf sekolah yang lain. Harus memberi contoh dalam mempraktikkan indikator pendidikan karakter dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian akan tercipta iklim yang kondusif bagi pembentukan karakter peserta didik. Lebih dari itu, pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab sekolah semata, tapi merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu orang tua, pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengefektifkan progran pendidikan karakter diperlukan jalinan kerjasama antara sekolah, orang tua, masyarakat dan pemerintah baik dalam perencanaan , pelaksaaan maupun evaluasi dan pengawasannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Islam Crescent Moon