بسم الله
الرحمن الرحيم
MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER
Karangan : Prof. Dr. H. E. Mulyasa, M.Pd.
A. Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter memiliki makna lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena
pendidikan karakter itu menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam
kehidupan sehingga peserta didik memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi
serta kepedulian untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Karakter
merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang
diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung
jawab, hormat kepada orang lain dan nilai-nilai karakter mulia lainnya. Dengan demikian
istilah karakter berkaitan erat dengan kepribadian seseorang. Seseorang bisa
disebut berkarakter jika perilakunya sesuai dengan etika atau kaidah moral.
Dari
uraian di atas Megawangi pencetus pendidikan karakter Indonesia telah menyusun
9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam pendidikan
karakter, baik di sekolah maupun di luar sekolah yaitu sebagai berikut:
1. Cinta Allah dan kebenaran
2. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri
3. Amanah
4. Hormat dan santun
5. Kasih sayang, peduli dan kerjasama
6. Percaya diri, kreatif dan pantang menyerah
7. Adil dan berjiwa kepemimpinan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleran dan cinta damai
Dalam
perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoretik sebenarnya sudah ada
sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW.
untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam
mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekan pada aspek keimanan,
ibadah dan muamalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh
merupakan model karakter seorang muslim bahkan di personifikasikan dengan model
karakter Nabi Muhammad SAW. yang memiliki sifat Shiddiq, Fathonah, Amanah, Tabligh.
B. Pendidikan Karakter Bangsa
Di Indonesia,
pendidikan karakter bangsa sebenarnya sudah berlangsung lama, jauh sebelum
Indonesia merdeka. Ki Hajar Dewantra sebagai Pahlawan Pendidikan Nasional
memiliki pandangan tentang pendidikan sebagai asas Taman Siswa 1922, dengan 7
prinsip sebagai berikut :
1. Hak seseorang untuk mengatur diri sendiri dengan tujuan
tertibnya persatun dalam kehidupan umum.
2. Pengajaran berarti mendidik anak agar merdeka batinnya, pikirannya,
dan tenaganya.
3. Pendidikan harus selaras dengan kehidupan.
4. Kultur sendiri yang selaras dengan kodrat harus dapat
memberi kedamaian hidup.
5. Harus bekerja menurut kekuatan sendiri.
6. Perlu hidup dengan diri sendiri.
7. Dengan tidak terikat, lahir batin dipersiapkan untuk
memberikan pelayanan kepada peserta didik.
Pada
1946, Taman Siswa memiliki Panca Darma, yaitu kemerdekaan, kodrat alam,
kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan. Oleh karena itu Ki Hajar Dewantara mengartikan
pendidikan sebagai proses pembudayaaan kodrat alam setiap individu dengan
kemampuan untuk mempertahankan hidup yang tertuju pada tercapainya kemerdekaan
lahir batin sehingga memperoleh keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan
kebahagiaan lahir batin.
Di Sumatera
Barat , lembaga pendidikan kayutanam (INS kayutanam) dibangun oleh seorang guru
yang berpandangan maju dan memiliki hubungan Pergerakan Nasional, yakni
Muhammad Syafei (1897-1969). Syafei menolak model pendidikan barat yang hanya
menekankan aspek kognitif. Syafei menginginkan peserta didiknya menjadi
seseorang yang ideal yakni tertanam cinta kebenaran dalam hatinya, dalam
pengetahuan intelektualnya dan dalam perilakunya sehari-hari.
C. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu, proses dan hasil pendidikan yang
mengarah kepada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, padu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu
secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan mengintalisasikan
dan mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud
dalam perilaku sehari-hari.
D. Implementasi Pendidikan Karakter
Pada
umumnya, pendidikan karakter menekankan pada keteladanan penciptaan lingkungan
dan pembiasaan melalui berbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif. Dengan demikian,
apa yang dilihat, didengar, dirasakan , dan dikerjakan oleh peserta didik dapat
membentuk karakter mereka. Selain menjadikan keteladanan dan pembiasaan sebagai
metode pendidikan utama, penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif
juga sangat penting.
Berbagai
metode tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter
peserta didik. Pemberian tugas disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya,
sehingga peserta didik akan mengerjakan berbagai tugas dengan kesadaran dan pemahaman,
kepedulian dan komitmen yang tinggi.
E. Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter
Keberhasilan
program pendidikan karakter dapat diketahui dari perwujudan indikator Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) dalam pribadi peserta ddik secara utuh.
Keberhasilan pendidikan tersebut : misalnya dapat
dilihat dari rumusan SKL. sebagai contoh SKL SMP/MTs adalah sebagai berikut:
1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap
perkembangan anak
2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri
3. Menunjukkan sikap percaya diri
4. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam
lingkungan yang lebih luas
5. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan
golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
Selain
itu indikator keberhasilan program pendidikan karakter di sekolah dapat diketahui
dari perilaku sehari-hari, yaitu sebagai berikut :
1. Kesadaran
2. Kejujuran
3. Keikhlasan
4. Kesederhanaan
5. Kemandirian
6. Kepedulian
7. Kebebasan dalam bertindak
8. Kecermatan atau ketelitian
9. Komitmen
Apa yang
diungkapkan di atas harus menjadi milik warga sekolah untuk kepentingan tersebut guru, kepala sekolah dan
pengawas serta staf sekolah yang lain. Harus memberi contoh dalam mempraktikkan
indikator pendidikan karakter dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian akan
tercipta iklim yang kondusif bagi pembentukan karakter peserta didik. Lebih dari
itu, pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab sekolah semata, tapi merupakan
tanggung jawab semua pihak yaitu orang tua, pemerintah dan masyarakat. Oleh karena
itu, untuk mengefektifkan progran pendidikan karakter diperlukan jalinan kerjasama
antara sekolah, orang tua, masyarakat dan pemerintah baik dalam perencanaan ,
pelaksaaan maupun evaluasi dan pengawasannya.
0 komentar:
Posting Komentar