BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan
pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi
ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam
masalah yang berkenaan dengan makanan yang bukan hanya halal tetapi juga baik. Dalam hal makanan sebenarnya ada dua pengertian
yang bisa kita kategorikan kehalalannya yaitu halal dalam mendapatkannya dan
halal Dzat atau subtansi barangnya. Halal dalam mendapatkannya maksudnya
adalah benar dalam mencari dan memperolehnya. Tidak dengan cara yang haram dan
tidak pula dengan cara yang batil. Makanan halal secara dzatnya (Subtansi
Barangnya) dibagi menjadi dua kategori, yaitu jamad (benda mati) dan hayaman
(binatang).[1]
Secara lebih mendalam, makanan dan minuman halal lagi baik
harus memenuhi tiga ketentuan sebagai berikut :
1. Didapatkan dengan cara yang dibenarkan oleh
syari'at Islam, yaitu dengan cara-cara yang tidak batil.
2. Halal dzatnya. Pada prinsipnya semua jenis
makanan dan minuman yang ada di bumi halal bagi manusia, kecuali yang
diharamkan oleh Al-Quran dan Sunnah.
3. Tidak memberi mudharat kepada yang
mengkonsumsinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perspektif Islam
tentang makanan yang halal dan baik ?
2. Apa dalil Al-Qur’an dan Hadits yang memerintahkan untuk
kita memakan makanan yang halal dan baik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Makanan Halal dan Baik
Secara etimologi makanan adalah memasukkan
sesuatu melalui mulut. Dalam bahasa Arab makanan berasal dari kata at-ta’am ( الطعام ) dan jamaknya al-atimah (الأطمة )
yang artinya makan-makanan.[2]
Sedangkan dalam ensiklopedia Hukum Islam yaitu segala sesuatu yang dimakan oleh
manusia, sesuatu yang menghilangkan lapar.[3]
Halal berasal dari bahasa Arab ( الحلال )
yang artinya membebaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan. Sedangkan
ensiklopedia hukum Islam yaitu segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak
dihukum jika menggunakannya atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara.
Jadi pada intinya makanan halal adalah makanan yang baik yang dibolehkan
memakannya menurut ajaran islam, yaitu sesuai dalam Al-Qur’an dan Al Hadist.
Sedangkan pengertian makan yang baik itu adalah
segala makan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan nafsu
makan dan tidak ada larangan dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Kata thayyib
menunjukkan sesuatu yang benar-benar baik. Bentuk jamak dari kata ini adalah
thayyibat yang diambil dari derivasi thaba-yathibu-thayyibah dengan beberapa
makna, yaitu: zaka wa thahara (su cidan bersih), jada wa hasuna (baik dan
elok), ladzdaza (enak) dan halal (halal). Pada dasarnya kata ini berarti
sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa, atau segala sesuatu selain
yang menyakitkan dan menjijikan. Al-qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan
diawali kata halalan sebanyak empat kali untuk menjelaskan sifat makanan yang
halal.
Selain halal, makanan juga harus baik. Meski halal tapi jika tidak baik,
hendaknya tidak kita makan. Di antara kriteria makanan yang baik adalah:
- Bergizi tinggi
- Makanan lengkap dan berimbang. Waktu SD kita belajar makanan 4 sehat 5 sempurna seperti nasi/jagung, lauk/pauk, sayuran, buah-buahan, dan terakhir susu. Semua makanan tersebut mengandung karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Ada baiknya ditambah dengan herbal seperti madu, pasak bumi, habbatus saudah, minyak zaitun, dan sebagainya agar tubuh kita sehat.
- Tidak mengandung zat-zat yang membahayakan bagi kesehatan kita, misalnya kolesterol tinggi atau bisa memicu asam urat kita.
- Alami. Tidak mengandung berbagai zat kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia, pengawet kimia (misalnya formalin), pewarna kimia, perasa kimia (misalnya biang gula/aspartame, MSG, dsb)
- Masih segar. Tidak membusuk atau basi sehingga warna, bau, dan rasanya berubah
- Tidak berlebihan. Makanan sebaik apa pun jika berlebihan, tidak baik.
B. Ayat Pokok Tentang Makanan Halal dan Baik
1. Teks ayat (Surat Al-Maidah :
88)
وَكُلُوا
مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي
أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (٨٨) - See more at:
http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-83-93.html#sthash.pXoPxGdB.dpuf
وَكُلُوا
مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي
أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (٨٨) - See more at:
http://www.tafsir.web.id/2013/02/tafsir-al-maidah-ayat-83-93.html#sthash.pXoPxGdB.dpuf
2. Terjemah (Surat Al-Maidah :
88)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah telah rezeki-kan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.”
4. Asbabun Nuzul
Dalam ayat 88
ini membantah apa yang pernah dilakukan oleh enam orang sahabat Nabi Muhammad
saw., yaitu ‘Utsman bin Mad’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud,
Miqdad bin Aswad, Salim dan Qudamah yang datang menemui ‘Aisyah
r.a. (isteri Rasulullah saw.,) bertanya tentang seperti apa ibadahnya
Rasulullah saw,. Maka diceritakanlah bagaimana ibadah Rasulullah saw., ketika
di rumahnya. Setelah mendengar cerita ‘Aisyah tentang bagaimana ibadah
Rasulullah saw., maka berkatalah tiga orang sahabat tersebut. Yang seorang
berkata : “Demi Allah, mulai sekarang aku akan shaum (puasa) sepanjang
hari”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah, aku tidak
akan menikah sampai mati”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku
bersumpah bahwa aku akan melaksanakan sholat malam (Tahajud) setiap malam”.
Apa yang
disampaikan oleh para sahabat tersebut adalah ekstrim (terlalu), walaupun
niatnya baik. Dengan tidak makan (puasa) terus menerus, tidak tidur setiap
malam karena memilih ibadah terus menerus, itu tidak baik. Karena dengan
cara demikian itu mereka mengabaikan rezki Allah SWT.Bahkan Nabi Muhammad
saw juga mengatakan : “Aku ada waktunya tidur, tetapi juga ada waktu untuk
sholat Tahajud. Aku juga menikah seperti halnya laki-laki lain”. Artinya,
Nabi Muhammad saw mem-posisikan diri beliau sebagaimana manusia yang mempunyai
kelebihan. Sebagai manusia beliau juga sama dengan kita. Tetapi beliau
diberikan kelebihan berupa Ar Risalah An Nubuwah (Kerasulan dan
Kenabian).
Seperti apa
Nabi Muhammad saw makan ? Ternyata beliau makan seadanya. Apa yang ada di
rumah, itulah yang beliau makan. Beliau tidak pernah mencari-cari makanan yang
tidak ada di rumah beliau. Apa yang disediakan oleh isterinya, itulah
yang beliau makan. Kadang-kadang beliau makan makanan yang paling baik, seperti
daging kambing. Kadang-kadang juga makan roti yang terbuat dari gandum. Nabi
Muhammad saw kadang-kadang juga lapar.
Dalam suatu
riwayat Hadits dikatakan bahwa pernah Nabi Muhammad saw dua hari – dua
malam tidak makan, karena memang tidak punya makanan. Kata ‘Aisyah r.a (isteri
beliau) pernah ia dan Nabi Muhammad saw pernah dua hari – dua malam tidak
makan, hanya minum air saja. Dan beliau tidak mau minta kepada orang
lain. Padahal kalau beliau mau, beliau bisa minta bantuan kepada sahabat
yang lain seperti Utsman bin ‘Affan atau Abdurrahman bin Khauf yang orang kaya
pada waktu itu, pasti akan dibantu dan disediakan berapapun keperluan
beliau. Tetapi memang Nabi Muhammad saw tidak mau minta bantuan. Maka
yang wajar saja, seperti dalam ayat di atas dikatakan : Makanlah apa
yang direzki-kan oleh Allah kepada kamu yang halal dan thoyyib.
5. Tafsir Global
Pada Surat Al-Maidah
ayat 88 ini, Allah memerintahkan kepada hambanya agar mereka makan rezeki yang
halal dan baik, yang telah dikaruniakannya kepada mereka “halal” disini
mengandung pengertian halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan
“baik” adalah dari segi kemanfaatannya. Yaitu yang mengandung manfaat dan
maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya. Makan
tidak baik, selain tidak mengndung gizi, juga jika dikonsumsi akan merusak
kesehatan. Maka Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma
halal, tapi juga baik (Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh
kita. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai
sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas.
Tidak ada
halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati makanan dan
minuman yang enak, tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan syara’, yaitu: baik, halal, dan menurut ukuran yang layak dan tidak
berlebihan. Maka pada akhir ayat ini Allah memperingatkan orang beriman agar
mereka berhati-hati dan bertakwa kepadanya dalam soal makanan, minuman dan
kenikmatan-kenikmatan lainnya.
6. Ayat Munasabah
Prinsip halal
dan baik itu hendaklah senantiasa menjadi perhatian dalam menentukan makanan
dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan untuk keluarga, karena
makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani melainkan juga
terhadap rohani.[4] Seperti dalam firman Allah yang berbunyi :
Artinya
:
“Maka
hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (QS. ‘Abasa
: 24)
C. Hadits Tentang Makanan Halal dan Baik
1. Teks Hadits
عن
ابي هريره رضي الله عنه قال :قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ
طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فقل تعالى :
يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا – وقال تعالىى : يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ
طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ - ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ
أَشْعَثَ أَغْبَرَ
يَمُدُّ يَدَيْهِ
إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ
حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
2. Terjemah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah Maha
Baik dan hanya menerima yang baik. Dan Sesungguhnya Allah telah memerintahkan
orang-orang yang beriman untuk (melakukan) perintah yang disampaikan-Nya kepada
para Nabi. Kemudian beliau membaca firman Allah, ‘Hai rasul-rasul, makanlah
dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan yang shaleh.’ Dan
firman-Nya, ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari makanan yang baik-baik
yang telah Kami anugerahkan kepadamu.’ Kemudian beliau menceritakan seorang
laki-laki yang melakukan perjalanan jauh (lama), tubuhnya diliputi debu lagi kusut, ia
menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Ya Rabbku, ya Rabbku’. Akan
tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya dari yang haram dan ia
diberi makan dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.”[5]
(HR.Muslim)
3. Makna Mufrodat
dan kerjakanlah amalan yang shaleh
|
وَاعْمَلُوا صَالِحًا
|
Dari Abu Hurairah
ra. berkata
|
عن ابي
هريره رضي الله عنه قال
|
Dan firman-Nya
|
وقال تعالىى
|
Rasulullah saw bersabda
|
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم
|
Hai orang-orang yang beriman
|
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
|
Wahai manusia
|
أَيُّهَا النَّاسُ
|
yang
|
مِنْ
|
sesungguhnya
|
إِنَّ
|
baik-baik yang telah
|
طَيِّبَاتِ مَا
|
Allah
|
اللَّهَ
|
Kami anugerahkan kepadamu
|
رَزَقْنَاكُمْ
|
Maha Baik
|
طَيِّبٌ
|
Kemudian beliau
|
ثُمَّ ذَكَرَ
|
Dia tidak
akan menerima sesuatu
|
لاَ يَقْبَلُ
|
menceritakan seorang laki-laki
|
الرَّجُلَ
|
melainkan
|
إِلاَّ
|
yang melakukan
perjalanan
|
يُطِيلُ السَّفَرَ
|
menerima yang baik
|
طَيِّبًا
|
jauh
(lama)
|
أَشْعَثَ
|
Dan sesungguhnya
|
وَإِنَّ
|
Jarak yang ditempuhnya
|
أَغْبَرَ
|
telah
memerintahkan orang-orang yang beriman
|
أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ
|
tubuhnya diliputi debu lagi kusut
|
يَمُدُّ يَدَيْهِ
|
untuk (melakukan)
|
بِمَا
|
ia menengadahkan
tangannya ke langit seraya berdoa
|
إِلَى السَّمَاءِ
|
perintah yang disampaikan-Nya
|
أَمَرَ بِهِ
|
Wahai
Tuhanku, wahai Tuhanku
|
يَا رَبِّ يَا رَبِّ
|
kepada para Nabi
|
الْمُرْسَلِينَ
|
Akan tetapi makanannya haram
|
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ
|
Kemudian beliau
membaca firman Allah
|
فقل تعالى
|
minumannya haram
|
وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ
|
Hai rasul-rasul
|
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ
|
pakaiannya dari yang haram
|
وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ
|
makanlah makanan
|
كُلُوا
|
dan ia diberi
makan dengan yang haram
|
وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ
|
yang
|
مِنَ
|
Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan
|
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
|
Baik-baik
|
الطَّيِّبَاتِ
|
4. Konteks Hadits
“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan hanya menerima yang baik”.
Yakni : Maha Baik pada Dzat, sifat-sifat, dan perbuatan-Nya. Dan Dia hanya
menerima yang baik, pada Dzat-Nya dan dalam hal perolehannya. Adapun hal yang
buruk pada Dzat-Nya, contohnya khamr (minuman keras). Atau dalam hal
perolehannya, contohnya adalah mendapatkan harta dengan jalan riba, maka Allah
tidak menerima hal-hal tersebut.
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kau mukminin untuk
melakukan perintah yang disampaikan kepada para Nabi.”
Lalu beliau membaca firman Allah
SWT :
يَا أَيُّهَا
الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا
Artinya: “Hai rasul-rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan yang shaleh”.
Allah memerintahan kepada para rasul yang mana perintah ini
juga berlaku untuk kaum mukminin, yaitu agar mereka makan yang baik-baik,
adapun yang jelek atau busuk sesungguhnya hal itu diharamkan atas mereka,
sebagaimana firman Allah di dalam mensifatkan untuk Rasulullah saw., (Qs.
Al-‘araf:157)
Kemudian Rasulullah saw., menyebutkan seseorang
yang memakan barang haram bahwasanya dia akan terjauhkan dari terkabulnya
doanya, walaupun ia mendapat sebagian sebab terkabulnya doanya, seperti
melakukan safar yang panjang dan berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit,
dan memohon, “Wahai Rabb, wahai Rabb”, (akan tetapi) makanan, minuman, pakaian,
dan di tumbuh besarkan oleh hal-hal yang haram, maka dari mana akan terkabulkan
doanya. Orang lelaki ini bersifat dengan empat sifat :
1. Bahwasanya dia melakukan safar yang panjang
dan safar itu merupakan tempat dikabulkannya doa bagi orang yang berdoa.
2. Bahwasanya rambutnya kusut, masai berdebu,
dan Allah SWT berada dihadapan orang-orang yang hati mereka itu luluh redam
karenanya dan Dia memandang kepada hambanya pada hari Arafah seraya berfrman,
“Mereka mendatangiku dalam keadaan kusut masai berdebu.”[6]
Dan kondisi ini juga berfungsi sebagai sebab dikabulkannya doa.
3. Bahwasanya ia menengadahkan tangan ke langit
dan membentangkan kedua tangan ke langit, itu juga penyebab diijabahinya doa, karena
sesungguhnya Allah SWT malu kepada hambanya, apabila ia mengangkat kedua tangannya
kemudian menolaknya (tidak mengabulkannya).[7]
4. Doanya kepada-Nya (Wahai Rabb, wahai rabb)
ini adalah bentuk tawassul kepada Allah dengan ke rububiyahan-Nya, dan itu
bagian dari sebab terkabulnya doa, akan tetapi doanya tidak dikabulkan,
dikarenakan makanan, minuman, pakaiannya, serta dagingnya tumbuh dari barang yang
haram, maka Nabi saw., menganggapnya jauh untuk dikabulkannya doa tersebut.
Beliau bersabda, “Maka bagaimana doanya dikabulkan”.
5. Hadits Terkait
Pertama kita
ketahui, halal itu bukan sekedar halal makanannya, tapi juga dari sumber
bagaimana mendapatkannya pun harus halal. Kalau sumbernya haram seperti
korupsi, mencuri, merampok, menggusur tanah rakyat dengan harga yang rendah,
maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetapi haram. Maka Rasulullah saw.,
telah bersabda:
إِنَّ
دِمَائَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
Artinya: “Sesungguhnya darah-darah kalian,
harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian antara sesama kalian
adalah haram”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
Dan selain doanya
tidak dikabulkan, dikarenakan makanan, minuman, pakaiannya, serta dagingnya
tumbuh dari barang yang haram maka akan
membuat si pemakannya disiksa di api neraka. Nabi berkata:
أَيُّمَا لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ
أَوْلَى لَهُ
Artinya : “Tiap
tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama
membakarnya.” (HR. Ath-Thabrani)
Selain halal, makanan juga harus baik. Dan alasan
kenapa Allah menganjurkan makanan yang bukan hanya halal tetapi juga baik karena mengkonsumsi
semua makanan dan minuman yang bisa memudharatkan diri, apalagi kalau sampai
membunuh diri baik dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun,
narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya. Juga sabda
Nabi saw., :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Artinya : “Tidak boleh membahayakan diri sendiri
dan tidak boleh membahayakan orang lain”.
D. Analisis
Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT. Untuk senantiasa mengkonsumsi
makanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan vitamin yang cukup). Jadi
bagian ayat yang berbunyi halal dan baik (halalan thayyiban) tersebut diatas
mengandung makna dua makna yang akan melekat pada setiap rezeki makanan yang
dikonsumsi manusia. Pertama, hendaklah makanan di dapatkan dengan cara
yang halal yang sesuai dengan syariat Islam yang dicontohkan Rasul. Dalam hal
ini mengandung makna perintah untuk bermuamalah yang benar. Kedua, dalam
makna baik atau thayyib adalah dari sisi kandungan zat makanan yang
dikonsumsi. Makanan hendaknya mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh, baik
mutu maupun jumlah. Makanan gizi seimbang adalah dianjurkan. Ada makanan halal
tetapi tidak thayyib, misalnya Rasul mencontohkan, kulit dan jeroan
binatang sembelihan dibuang. Bahkan beliau bersabda jangan memakan tulang
karena tulang adalah makanan untuk saudaramu dari bangsa jin. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bagian-bagian tersebut ternyata banyak mengandung zat
penyebab kadar kolestrol darah dalam tubuh manusia cepat meningkat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Intinya makanan halal adalah makanan yang baik
yang dibolehkan memakannya menurut ajaran islam, yaitu sesuai dalam Al-Qur’an
dan Al Hadist. Makan yang baik itu
adalah segala makan yang dapat membawa kesehatan bagi tubuh, dapat menimbulkan
nafsu makan dan tidak ada larangan dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Kata thayyib
menunjukkan sesuatu yang benar-benar baik. Karena Allah memerintahkan kepada hambanya agar mereka makan
rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakannya kepada mereka “halal”
disini mengandung pengertian halal bendanya dan halal cara memperolehnya.
Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya. Yaitu yang mengandung manfaat
dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya.
Asal makanan dan minuman adalah halal, kecuali
apa yang diharamkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an-Nya atau melalui lisan
Rasulullah. Karena apa yang diharamkan oleh Rasulullah sama dengan pengharaman
(dari) Allah. Al-qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan diawali kata halalan
sebanyak empat kali untuk menjelaskan sifat makanan yang halal. Yaitu dalam
Surat Al-Baqarah : 168, Al-Baqarah : 172, Al-Maidah : 88, dan An-Nahl : 114.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. Al-Qur’an
dan Terjemahnya.
Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas,
1984), hal 304-305
Thobieb
Al-asyhar. Bahaya makanan haram bagi kesehatan jasmani dan rohani. Jakarta.
Al mawardi prima. Cet.1.2003.hlm.125.
Asy Syaikh Muhammad
Bin Shalih Al-Utsaimin. Penjelasan
Hadits Arbain Imam An-Nawawi kesepuluh: Doa dan mengkonsumsi barang yang halal.
http://ulamasunnah.wordpress.com
[1]
Thobieb
Al-asyhar. Bahaya makanan haram bagi kesehatan jasmani dan rohani. Jakarta.
Al mawardi prima. Cet.1.2003.hlm.125.
[2]
Adib
Bisri dan Munawwir AF. kamus Indonesia Arab.pustaka progressif.
Surabaya. 1999. Hlm 201
[3]
Abdul
aziz dahlan et al. Ensiklopedia hukum Islam
[4]
Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas,
1984), hal 304-305
[5]
Shahih. Dikeluarkan oleh Muslim (Az-Zakah/1015/Abdul Baqi)
[6]
Shahih. Lihat Shahihul Jami’ (1360, 1867, 1868)
[7]
Shahih. Dikeluarkan oleh Abu Dawud (Ash Shalat/1488), At-Tirmidzi (Ad
Da’awadi/3556), Ibnu Majah (Ad Du’a/3865) dan di shahihkan Al-Albani di dalam
Shahih Ibnu Majah 3117.